Jumat 26 Jan 2018 00:39 WIB

Wapres JK: Agama Bukan Sumber Konflik dan Kekerasan

Semua agama sangat menekankan ajaran tentang perdamaian dan kedamaian.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Agus Yulianto
Jusuf Kalla - Wakil Presiden
Foto: Republika/ Wihdan
Jusuf Kalla - Wakil Presiden

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menerima gelar Doctor Honoris Causa di bidang sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dalam pidatonya, Jusuf Kalla menyebutkan, faktor agama sering dijadikan sebagai justifikasi atas konflik dan kekerasan yang terjadi di sejumlah daerah.

Kalla mengatakan, gangguan terhadap perdamaian dan harmoni di kalangan masyarakat disebabkan oleh faktor yang kompleks, terutama terkait dengan faktor ekonomi, politik, dan sosial budaya. Faktor penyebab konflik tersebut membuat terganggunya perdamaian dalam sebuah negara atau daerah tertentu.

"Pada zaman sekarang hampir tidak ada konflik yang murni bersumber dari agama, negara yang sangat heterogen atau majemuk mengandung banyak potensi kerawanan," ujar Kalla dalam siaran pers, Kamis (25/1).

Kalla mengatakan, terdapat kalangan yang berpendapat bahwa agama adalah sumber konfik dan kekerasan yang mengancam perdamaian dan kedamaian. Dia tak menampik memang terdapat kelompok yang mengatasnamakan agama dalam melakukan tindakan kekerasan dan terorisme di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Tetapi orang-orang atau kelompok seperti ini bukan representasi umat beragama secara keseluruhan. Menurut Kalla, mereka hanya segelintir orang yang menggunakan agama untuk menjustifkasi konfik dan kekerasan yang tidak bisa dibenarkan. Sering terbukti bahwa pelaku kekerasan atas nama agama tersebut bukanlah orang atau kelompok yang dikenal sebagai pengamal agama yang taat.

"Banyak di antara mereka juga tidak memahami agama dengan benar. Dengan melakukan kekerasan, mereka seolah menemukan agama kembali. Oleh karena itulah saya meyakini bahwa agama bukan sumber konflik dan kekerasan," katanya.

Kalla menegaskan, semua agama sangat menekankan ajaran tentang perdamaian dan kedamaian. Misalnya, Islam yang berarti damai. Islam datang adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.

"Jadi tegas dan jelas, Islam datang bukan untuk menciptakan konflik dan kekerasan, ujar Kalla.

Dalam berbagai upaya perdamaian yang dilakukan oleh  Kalla untuk mengatasi konflik. Dia menemukan bahwa agama, atau ajaran tertentu dari agama, telah disalahartikan dan disalahgunakan. Penyalahgunaan agama itu sering terkait dengan kepentingan politik, ekonomi dan kontestasi lain di antara kelompok masyarakat atau komunitas berbeda.

Menurut Kalla, kemajemukan dan kebhinekaan Indonesia harus disikapi secara bijaksana. Sepanjang sejarah Indonesia tidak pernah mengalami konflik yang berlangsung lama dan luas. Kata dia, perdamaian dan kedamaian tidak bisa dipandang selesai begitu saja. Perlu penciptaan kondisi yang kondusif bagi perdamaian dan kedamaian secara terus menerus.

Selain itu, pada saat yang sama juga perlu pencegahan konfik dan kekerasan secara berkesinambungan. Apalagi, menurut Jusuf Kalla, terjadi perubahan yang terus berlangsung dalam kehidupan bangsa, sehingga menciptakan gangguan terhadap perdamaian, kedamaian dan harmoni di antara berbagai kelompok warga.

Kalla mengemukakan, gangguan terhadap perdamaian, kedamaian dan harmoni di Indonesia juga bisa muncul karena perkembangan global. Berbagai gagasan dan gerakan radikal bersifat transnasional dengan cepat dan luas menyebar di Indonesia. Gagasan dan gerakan transnasional tersebut dapat menimbulkan ketegangan, konfik dan kekerasan di Tanah Air.

"Tidak jarang paham dan gerakan transnasional itu bersifat dan bertujuan politik, membentuk negara semacam daulah Islamiyah atau khilafah atas dasar konsep keagamaan mereka sendiri," ujarnya.

Dikatakan Wapres, konflik politik dan ekonomi di antara negara juga merupakan sumber konfik yang menimbulkan gangguan terhadap perdamaian dan kedamaian. Dominasi dan hegemoni suatu negara terhadap negara lain menimbulkan ketegangan, konfik dan bahkan perang seperti bisa disaksikan di Timur Tengah dan Asia Selatan dalam waktu yang sudah lama sampai sekarang. Selain itu, hubungan internasional yang tidak adil seperti tercermin dalam lembaga-lembaga internasional seperti PBB, juga menjadi sumber ketegangan dan konfik yang mengganggu perdamaian dan harmoni masyarakat global.

"Dominasi negara-negara tertentu dalam lembaga-lembaga internasional semacam PBB dengan mengorbankan bangsa atau negara lain, seperti Palestina, menimbulkan ketegangan dan konflik di tingkat internasional yang kemudian mengimbas ke negara tertentu," ujarWapres.

Menghadapi berbagai tantangan dan gejala konfik yang terus meningkat di bagian tertentu dunia, Indonesia berusaha memainkan peran lebih besar untuk menciptakan perdamaian. Indonesia kini termasuk berada di garis terdepan dalam usaha mewujudkan perdamaian di Palestina dan Myanmar yang menyangkut etnis Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement