Rabu 24 Jan 2018 05:37 WIB

Kemenkes dan Kemenag Bahas Sertifikasi Halal

Kemenkes masih belum banyak mengetahui tentang proses sertifikasi produk halal

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Sertifikasi halal sebagai upaya strategis dalam menyajikan produk untuk masyarakat.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Sertifikasi halal sebagai upaya strategis dalam menyajikan produk untuk masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Kesehatan, Nila Djuwita F Moeloek melakukan kunjungan kerja ke Kantor Kementerian Agama, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/01). Nila yang didampingi sejumlah pejabat Kemenkes ditemui oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Sekjen Kemenag Nur Syam, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, dan juga Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BJPH), Prof Sukoso. Dalam pertemuan tersebut juga sempat membahas tentang sertifikasi produk halal, khususnya tentang obat-obatan dan vaksin.

Prof Sukoso menjelaskan, pihak Kemenkes masih belum banyak mengetahui tentang proses sertifikasi produk halal yang mana mulai tahun ini otoritas sertifikasi produk halal akan diberikan oleh BPJPH. Karena itu, pihaknya menjelaskan mandat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

"Kemenkes kan punya program vaksinasi, kemudian kita diberitahu tentang imunisasi itu. Dan kami menjelaskan nanti berdasarkan UU nomor 33 bahwa otoritas yang mengeluarkan sertifikat halal itu BPJPH," ujarnya saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (23/1).

Menurut Prof Sukoso, dalam pertemuan tersebut BPJH bisa sedikit mensosialisasikan tentang sertifikasi produk halal. Apalagi, program Kemenkes terkait vaksinasi beberapa waktu lalu sempat menunai kontroversi di kalangan masyarakat lantaran vaksin yang diberikan belum tersertifikasi halal, seperti misalnya vaksin measles rubella (MR).

Karena itu, menurut dia, Kemenkes ke depannya harus menggecarkan sosialiasi kepada masyarakat terkait vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat, sehingga tidak membuat maayarakat gaduh.

"Ya kan tidak semuanya obat itu halal. Tetapi kalau gak pakai itu bisa menyebabkan meninggal dunia dan membuat bahaya nyawanya, maka jangankan yang halal, sebenarnya sepanjang hal itu tidak ada penggantinya maka diperbolehkan," ucapnya.

Ia menambahkan, di satu sisi memang vaksin itu harus halal, tapi dalam keadaan mendesak maka hal itu diperbolehkan. "Memang sosialisasi penting itu. Kadang kan gak semua orang langsung paham. Intinya disosialisasikan kondisinya darurat," katanya.

Sementara, Menag Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan bahwa kunjungan kerja Menkes tersebut dalam kerangka mensinergikan sejumlah program kesehatan dengan Kementerian Agama terutama pada Pelayanan Kesehatan Haji, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Sertifikasi Halal.

"Hasil pertemuan ini secara teknis selanjutnya akan ditindaklanjuti bersama," ujar Lukman seperti dikutip dari laman resmi Kemenag

Senada dengan Sukoso, Lukman juga menyampaikan bahwa program vaksinasi yang dilakukan Kemenkes memang perlu disosialisasikan lebih masif lagi, khususnya terkait dengan mudaratnya ketika seseorang tidak diimuniasi dengan vaksin Difteri atau pun vaksin Rubella.

"Harus ada sosialisasi yang lebih masif, untuk menjelaskan kepada publik, seseorang itu kalau tidak divaksin itu mudarat (rugi)-nya apa," kata Lukman.

Menurut Lukman, sosialisasi program ini menjadi tugas bersama, khususnya Kemenkes yang paling memahami dari sisi medisnya. Menurut Lukman, Kemenkes harus menjelaskan bahwa ketika seseorang tidak divaksin akan terdampak sejumlah penyakit.

"Dan dalam agama, mencegah mudarat itu harus diprioritaskan, sehingga kemudian publik teredukasi dan termotivasi untuk melakukan pencegahan, dengan salah satunya melalui vaksin," jelas Lukman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement