REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Fahmi Salim menanggapi kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh komika Joshua Suherman. Menurutnya, agama atau pun praktik beragama itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, sehingga tidak boleh digunakan sebagai bahan bercandaan atau lawakan.
"Jadi agama Islam melarang keras, sebab itu merupakan salah satu ciri perbuatan yang mengandung unsur kekufuran, perbuatan ini yang kufur," ucap Fahmi ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/1).
Fahmi menuturkan bahwa dalam Alquran sudah jelas dalam Surat At-Taubah ayat 64-65. "Jadi itu perbuatan yang terlarang dalam agama Islam," lanjutnya.
Selain itu, Fahmi menuturkan materi yang disajikan oleh Joshua tidak sesuai dengan fakta. Dia melihat bagaimana mayoritas diolok-olok, seolah-olah mayoritas itu tidak toleran dan mau menang sendiri. "Apa saja yang berpengaruh di negeri ini masih banyak kaum minoritas justru yang dominan di negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini. Dia seperti mempercandakan olok-olok ini tidak sesuai dengan fakta. Justru faktanya orang Islam ini sangat toleran," tuturnya.
Dia menyampaikan bahwa jika ingin menjadikan sesuatu menjadi candaan paling tidak bersikap objektif dan realistis. "Kan dia mengangkat masalah sosial, kalau angkat sosial itu harus ojektif, jangan subjektif, kurang apa toleransi umat Islam," lanjutnya.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa apa yang sudah dilakukan untuk melaporkan Joshua ke polisi adalah tindakan yang tepat. Agar tidak terjadi hal sama yang akan terulang kembali dan menghindari main hakim sendiri. Dia juga menyarankan Joshua untuk meminta maaf di depan publik.
Di sisi lain, Fahmi menyampaikan bahwa umat Islam harus melihat ini secara propsional. "Jadi warga negara yang baik sekaligus sebagai Muslim yang baik. Tunjukkan kepada masyarakat Indonesia yang plural ini bahwa tidak ada praktik-praktik ajaran Islam yang mencederai atau pun merusak tatanan kebhinekaan kita," katanya.