REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengakui, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memasukkan aliran kepercayaan ke dalam kolom agama di KTP-el dan Kartu Keluarga (KK), merupakan putusan final. Namun, untuk menerapkan putusan tersebut, MUI mempunyai usulan sehingga bisa diterima oleh semua kalangan.
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan MUI Basri Bermanda mengatakan, MUI mengusulkan agar KTP-el yang selama ini dipakai oleh umat beragama dibiarkan saja. Sementara, KTP-el untuk penghayat kepercayaan dibuatkan KTP-el khusus.
"Putusan MK final, tapi harapan kita untuk mengeksekusi putusan MK ini, untuk kebersamaan hak warga negara kita usul agama itu bikin KTP khusus untuk kepercayaan. Tapi, sama bentuknya," ujarnya kepada Republika.co.id saat ditemui di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (17/1).
Basri menuturkan, MUI selama ini tidak mempersoalkan soal aliran kepercayaannya, melainkan pencantuman aliran kepercayaan dalam KTP-el. Karena, pencantuman itu dapat menyamakan kedudukan keduanya. Padahal, kata dia, kedudukan agama dan aliran kepercayaan berbeda.
"MUI sangat menghormati hak-hak semua warga negara, cuma jangan dicampur aduk lah. Rumus agama itu apa? Ada kitabnya, ada nabinya, ada sistemnya. Kalau aliran kepercayaan tidak," ucapnya.
Sementara, Sekjen MUI Anwar Abas menjelaskan, agama dan aliran kepercayaan sangat berbeda. Menurut dia, agama dipercaya turun dari langit, sedangkan aliran kepercayaan lahir dari olah pikir manusia.
"Yang jelas bagi kita kalau agama samawi itu dari langit, punya kitab suci yang diyakini berasal dari Tuhan. Kalau aliran kepercayaan itu produk budaya, hasil olah pikir manusia. Kalau seandainya dia dari olah pikir manusia namanya agama Ardhi, dari bumi," ujar Anwar.