REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2009, Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization/UNESCO) mengeluarkan keputusan menggembirakan tentang status salah satu aset budaya kita. “Kain berlukis” khas Indonesia, batik, ditetapkan sebagai warisan budaya dunia nonbenda. Menjadi bagian dari kekayaan seni dan budaya yang antik dan artistik menjadikan batik begitu penting bagi Indonesia. Ia diperjuangkan dari klaim sebuah negeri Melayu lain dan hari penetapannya dijadikan sebagai Hari Batik.
Sejarah batik yang panjang menjadi bukti keantikan fashion etnik yang satu ini. Arkeolog Belanda JLA Brandes dan arkeolog Indonesia FA Sutjipto percaya bahwa tradisi batik berasal dari daerah, seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua (Iwan Tirta dkk [1996] dalam Batik: a Play of Lights and Shades Volume 1’).
Sebagian referensi lain menduga, batik berasal dari bangsa Sumeria dan berkembang di Jawa setelah dibawa pada abad ke-14 oleh para pedagang India, negara yang kala itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Parsi, Persia.
Meski batik dibawa oleh orang-orang Islam dari India, tetapi ketika orang di Nusantara ingin membuat batik, mereka membuat batik dengan memakai estetika Islam yang ada di daerahnya, misalnya, estetika Islam Jawa. Batik-batik tua nusantara yang berumur ratusan tahun yang tersimpan di berbagai museum di Eropa dan Amerika Serikat juga menunjukkan pengaruh Islam yang kuat.
Sayangnya, pengaruh Islam ini jarang dibicarakan orang. Yang banyak dibicarakan justru pengaruh Cina, India (Hindu), dan Belanda. Meski kata ‘batik’ secara etimologi diyakini berasal dari akronim dua kata dalam bahasa Jawa—‘amba’ yang berarti lebar, luas, kain dan ‘matik’ yang berarti membuat titiktitik —kehadiran batik di Jawa tidak tercatat. Tetapi, sejumlah prasasti dan arca mencatatnya dengan cara yang lain.
Dalam beberapa literatur, sejarah perbatikan di Indonesia sering dikaitkan dengan Kerajaan Majapahit (1293-1500 M) dan penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa. Penemuan arca di Candi Ngrimbi dekat Jombang yang menggambarkan sosok Raden Wijaya menegaskan hal itu. Raja pertama Majapahit yang memerintah pada 1294-1309 M itu mengenakan kain batik bermotif kawung. Karena itulah, kesenian batik diyakini telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan diwariskan secara turuntemurun. Selanjutnya, wilayah Majapahit yang luas membuat batik dikenal luas di nusantara.