Selasa 16 Jan 2018 00:30 WIB

Umat Muslim Austria Khawatir Ancaman Keamanan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Agus Yulianto
Muslim Austria
Foto: Reuters
Muslim Austria

REPUBLIKA.CO.ID, Islam disebut sebanyak 21 kali dalam program pemerintahan baru koalisi Austria berjudul 'Bersama untuk Austria Kita'. Dilansir dari Aljazeera pada Senin (15/1), dalam hal keamanan dalam negeri, program itu berfokus pada Islam politik dan ekstrimisme Islam. Namun, meskipun terjadi peningkatan serangan sayap kanan di Austria dalam beberapa tahun terakhir, tak ada penyebutan aktivitas sayap kanan atau fasisme dalam dokumen itu.

Dokumen tersebut terbit pada akhir Desember 2017 oleh partai Sebastian Kurz (OVP) dan Partai Kebebasan Austria (FPO). Menurut dinas intelijen domestik Austria (BVT), pihak berwenang menekan tuduhan sekitar 1.690 kasus yang terkait dengan kegiatan sayap kanan pada 2015. Jumlah itu menjadi yang tertinggi dibanding tahun sebelumnya, yakni 1.200.

Austria adalah satu-satunya negara di Eropa Barat yang memiliki pemerintahan sayap kanan sejak Kurz memenangkan pemilihan nasional Austria pada Oktober lalu. OVP memerintah negara tersebut untuk lima tahun mendatang. Partai itu berkoalisi dengan FPO, sebuah partai yang didirikan oleh mantan Nazi. FPO dipimpin oleh Heinz-Christian Strache.

Retorika pemerintah koalisi telah membuat khawatir beberapa Muslim Austria, mereka menjadi subjek ancaman bagi masyarakat.

Dosen dari Universitas Georgetown Profesor Farid Hafez mengatakan, fokus pemerintah terhadap Islam belum pernah ada dalam sejarah kedua republik Austria. Dalam dirinya sendiri, ini adalah sesuatu yang sangat baru. "Saya pikir apa yang akan kita lihat dalam lima tahun ke depan adalah sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya di Austria," kata dia.

Memerangi Islam politik

Banyak orang Austria khawatir sementara "Islam politik" sering disebutkan, tetapi kenyataannya itu tidak didefinisikan secara jelas. Muslim Austria biasa dijadikan sasaran program pemerintah.

Di bawah judul "Memerangi Islam Politik", pemerintah koalisi menyerukan "pemantauan lebih dekat" terhadap prasekolah Islam dan sekolah swasta Islam. Pun ada instruksi menutupnya bila tak memenuhi persyaratan hukum.

Salah satu alasan pemerintah, yakni mencegah "pengaruh asing, khususnya di bidang pendidikan" dan menerapkan "larangan pendanaan dari luar negeri". Namun, larangan itu hanya diterapkan pada umat Islam, tidak ada komunitas agama lain yang disebutkan dalam laporan tersebut.

Hafez mengatakan, seseorang yang membawa Islam Politik dalam forum diskusi bisa menjadikannya orangberarti atau tidak sama sekali. Ketakutannya, oposisi politik dan LSM menjadi sasaran di masa depan oleh sesuatu yang disebut politik Islam.

"Jika Anda melihat secara rinci program ini, cara mereka membingkai Islam politik sangat banyak, berpotensi menargetkan banyak kelompok yang berbeda," ujarnya.

Tindakan pencegahan dan deradikalisasi dalam laporan tersebut juga hanya berfokus pada umat Islam. Sementara bahaya yang ditimbulkan oleh kelompok lain diabaikan.

Islam adalah agama yang menyebarkan perdamaian dan sama sekali tidak berbahaya bagi negara atau masyarakat manapun. "Sayangnya, ketika kita melihat program pemerintah, Islam dimasukkan ke dalam sudut yang sangat bahaya," tutur Hafez.

"Partai Kebebasan Kruz telah mengalihkan fokus mereka sepenuhnya dan mereka tidak lagi menganggap Muslim sebagai mitra di masyarakat Austria, melainkan sebagai ancaman bagi masyarakat Austria," tutur Hafez.

Presiden Komunitas Islam di Austria Ibrahim Olgun menilai, manifesto pemerintah juga meminta terjemahan bahasa Jerman. Pun mereka meminta umat Islam menjauhkan diri dari Alquran. Ia menegaskan Islam salah dikaitkan dengan Islam politik.

"Kami sama sekali tidak setuju dengan ini, karena Islam bukanlah alat politik dan harus diperlakukan sama dengan agama-agama yang dominan di Austria," kata Olgun.

Menumbuhkan intoleransi agama

Sebuah organisasi yang mendokumentasikan kasus Islamofobia dan rasisme anti-Muslim, Dokustelle mencatat terjadi peningkatan kekerasan verbal dan fisik pada umat Islam di Austria. Antara 2015 dan 2016, serangan Islamofobia meningkat sebesar 62 persen, menjadi 253 insiden.

Kasus yang baru saja terjadi menimpa bayi Muslim pertama yang lahir awal 2018. Bayi itu menjadi berita utama usai mendapat serangan komentar Islamofobia dan rasis.

Bayi itu tampil di halaman sosial media surat kabar Heute. Foto itu menunjukkan sang bayi berada dipelukan ibu berjilbab. Dengan cepat berbagai komentar negatif dan harapan buruk ditulis dalam kolom komentar foto itu.

Presiden Austria Alexander Van der Bellen turun tangan dengan menulis di laman media sosialnya, Keyakinan dan kohesi lebih besar daripada kebencian dan hasutan. Selamat datang, Asel (nama bayi) sayang!

Perlindungan agama minoritas disebutkan dalam program pemerintah, tetapi hanya berkaitan dengan memerangi penganiayaan terhadap kelompok minoritas agama, terutama minoritas Kristen yang harus dilindungi dari ideologi keagamaan ekstremis (misalnya Islam politik).

Sementara itu, wanita Muslim berpendidikan Austria khawatir pemerintah memberlakukan larangan berjilbab di negara itu. Hal itu lantaran adanya pernyataan Menteri Pendidikan Austria yang baru ditunjuk, Heinz Fassman ihwal larangan guru mengenakan jilbab di negara itu.

Seorang mahasiswa PhD dan peneliti seksisme, rasisme, dan Islamofobia, Dudu Kucukgol menyakini, hal itu berpengaruh pada sektor lainnya. Salah satunya, memberi dampak negatif pada situasi ketenagakerjaan yang genting bagi perempuan Muslim.

Kurz disambut oleh komunitas Muslim saat ia memulai sebagai sekretaris negara pada 2011. Dia menentang debat jilbab. Dia menegaskan, umat Islam adalah bagian positif masyarakat Austria. "Namun, setelah beberapa tahun bahasa dan politiknya berubah.,"tutur Kucukgol.

Seorang imam sebuah masjid di kota Linz di Austria, Husein Veladzic meyakini, wacana Islamofobia dapat menghasilkan efek berlawanan dalam beberapa aspek. Berdasarkan pengamatannya, sejauh ini hak Muslim menjadi lebih umum, orang-orang Austronesia non-Muslim telah mengunjungi masjid untuk belajar tentang Islam.

Serangan-serangan (terhadap Islam dan Muslim) itu berat, tentu saja, tapi itu juga memacu ketertarikan pada Islam. Orang-orang mulai bertanya kepada diri mereka sendiri, "Apa itu (Islam)? Apakah memang seperti ini? Orang-orang menginformasikan diri mereka sendiri," kata Veladzic

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement