Ahad 14 Jan 2018 20:14 WIB

Pengamat Halal: Produk Vaksin Harus Siap Disertifikasi

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses sertifikasi halal yang sebelumnya dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia, mulai tahun 2019 ini akan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang dibentuk oleh Kemenag. Karena itu, semua industri obat termasuk vaksin harus siap untuk disertifikasi. Walaupun hingga saat ini, BPJPH belum bisa melakukan jaminan produk halal lantaran masih menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014.

"Ya mestinya secara bertahap harus siap (vaksin siap disertifikasi), karena kan itu perintah undang-undang. Dan itu kalau sudah ada PP-nya, tentunya dimasukkan proses menuju ke sana," ujar Ketua Umum Halal Lifestyle Center Sapta Nirwandar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (14/1).

Memang, menurut dia, semua produk vaksin tidak semuanya langsung bisa dilakukan sertifikasi, tapi hal itu bisa dilakukan bertahap. Kata dia, tahap-tahap proses sertifikasi itu nantinya diatur dalam PP terkait jaminan produk halal. "Karena itu prosesnya nanti juga harus bijaksana dan nanti step-stepnya seperti apa diatur dalam PP," ucapnya.

Sementara Sekjen Kementerian Agama Nur Syam menyatakan,  setelah adanya PP itu semua produk wajib memliki sertifikasi halal atau bersifat mandatori, termasuk vaksin. "Ya kita kan sudah menggunakan sistem mandatori itu. Jadi mandatori bertahap itu dimaksudkan dalam rangka untuk memberikan kepastian mengenai bahan-bahan obat yang sekarang atau di masa lalu belum bisa mendapatkan jaminan produk halal," kata Nur Syam.

Karena itu, ke depannya Nur Syam berharap, bahan-bahan vaksin harus terdiri dari bahan-bahan yang sudah jelas kehalalannya berdasarkan fatwa MUI. "Jadi memang ini dirasa cukup penting, jadi makanya kita harus hati-hati betul dalam rangka untuk menerbitkan PP tentang pelaksanaan Jaminan produk halal ini," ujarnya.

Sebagai informasi, Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) saat ini belum resmi berlaku karena masih menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari produk hukum tersebut. Karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sampai saat ini belum bisa melakukan sertifikasi.

Sekjen Kementerian Agama, Nur Syam mengatakan bahwa untuk menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) memang butuh waktu yang lumayan panjang. Namun, kata dia, harmonisasi PP terkait JPH saat imi sudah mencapai tahap akhir. "Tapi terus terang RPP ini sudah msmasuki era harmonisasi di Kemenkumham. Ya tinggal pembicaraan tahap akhir saya rasa," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (14/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement