Kamis 11 Jan 2018 16:45 WIB

Ironi di Akhir Masa Keemasan Mashrabiya

Rep: c11/ Red: Agung Sasongko
Mashrabiya dalam bentuk kontemporer.
Foto: inhabitat.com
Mashrabiya dalam bentuk kontemporer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa keemasan mashrabiya telah berakhir secara ironis. Bila mulanya mashrabiya dipakai untuk menghalau panas matahari, justru ornamen ini bisa mengundang bahaya panas yang lebih besar dari sekadar sengatan matahari. Masyarakat yang menggunakan mashrabiya takut bahaya kebakaran. Karena kayunya kering, mashrabiya mudah tersambar api.

Apalagi bila yang memasang mashrabiya tinggal di jalan sempit, seperti lingkungan masyarakat Eropa abad pertengahan. Balkon rumah mereka sangat berdekatan satu sama lain sehingga apabila mashrabiya terbakar apinya mudah menjalar ke rumah di depannya.

Akibatnya, banyak mashrabiya yang tidak lagi digunakan. Hal ini mengakibatkan seni pembuatan mashrabiya menurun secara cepat, terutama setelah kematian maestro mashrabiya Hassan Abu Said. Pembuatan mashrabiya menjadi sesuatu yang kedaluarsa.

Hassan Abu Said mungkin merupakan pemahat mashrabiya paling baik yang terakhir. Reputasinya terangkat ketika para arsitek Muslim memesan ratusan pahatan kayu yang berbelitbelit untuk sebuah mimbar di Masjid Washington DC pada 1960-an.

Mereka tidak hanya membayarnya, tapi juga menerbangkannya ke Ibu Kota Amerika Serikat itu untuk merakitnya langsung. Hal ini disebabkan tidak ada satu pun yang mampu menggabungkan ratusan potongan kecil kayu yang saling berkaitan itu kecuali sang perajin mashrabiya.

Maestro ini dikenal memiliki banyak koleksi mashrabiya yang ditaruh di atas rumahnya. Menurut Hassan, walaupun sudah berumur seabad tidak ada satu pun mashrabiya yang bengkok, pecah, ataupun susut. Kepergiannya berarti matinya seni pembuatan mashrabiya.

Namun, dengan perkembangan tek nologi, mashrabiya kini hadir dalam bentuk kontemporer. Tidak lagi terbuat dari kayu, namun bahan lain yang tak mudah terbakar. Pemasangannya pun tak lagi langsung di dalam bingkai jendela. Gedung-gedung modern ditutupi mashrabiya yang dipasang di luar jendela, bahkan di luar bangunan. Fungsi nya masih tetap sama seperti halnya hijab pada perempuan, menutupi ge dung dari terpaan sinar mentari yang nakal.

Adalah arsitek Minoru Yamasaki yang membangkitkan mashrabiya pada gedung yang menjadi ikon kapitalisme dunia, World Trade Center (WTC) di Manhattan New York. Arsitek kesayang an para emir Arab ini, termasuk keluarga Bin Laden, membungkus kedua menara kembar itu dengan ornamen fasad terbuat dari baja yang membentuk mashrabiya raksasa.

Yamasaki yang merancang terminal Bandara Dahran di Arab Saudi memang menyenangi seni arsitektur Islam dan mencampurnya dengan berbagai bangunan modern yang dirancangnya di seluruh dunia, termasuk di Amerika. Bahkan, Plaza yang menghubungkan dua menara WTC disebutnya sebagai ‘Mecca’ dihiasai dengan sebuah bola dan kolam air mancur melambangkan Ka’bah dan mata air zamzam. Maka, ketika WTC runtuh, para arsitek Muslim pun mera tapinya. Profesor seni Islam Harvard Oleg Grabar menyebut WTC sebagai gedung yang “seluruh permukaannya bermakna, dan setiap bagiannya adalah konstruksi sekaligus ornamen.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement