Selasa 09 Jan 2018 07:14 WIB

Jaga Rahasia

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Jangan umbar rahasia pribadi kepada orang lain (ILustrasi)
Foto: The Guardian
Jangan umbar rahasia pribadi kepada orang lain (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Saat Rasulullah SAW terbaring sakit, para istri beliau berkumpul. Tak satu pun dari mereka yang meninggalkan tempatnya. Hingga Fatimah, putri Rasulullah, datang menjenguk dengan berjalan kaki. Kedatangannya pun disambut oleh Aisyah, kemudian diterima dengan hangat oleh Ayahnya. Putri yang berjuluk Az Zahra itu pun duduk di dekat Rasulullah.

Tak berselang lama, Rasulullah membisikkan sesuatu kepada Fatimah, kemudian ia menangis sekeras-kerasnya. Melihat kecemasan muncul dari wajah putri nya itu, Beliau lantas kembali menyampaikan sesuatu kepadanya. Seketika itu pula, tangisnya berganti riang senyum dan tawa. Pemandangan itu terlihat jelas di mata Aisyah.

Perempuan bergelar ummul mu’minin (Ibu Kaum Mukmin) itu pun penasaran dan bergegas ber tanya ke Fatimah, apa gerangan yang dibisikkan oleh Rasulullah kepada putrinya tersebut. Namun, permintaan itu ditolak oleh Fa timah. “Aku tidak akan membuka rahasia Rasulullah,” katanya me nampik. Rahasia itu akhirnya di beberkan sepeninggal Rasulullah. Isinya meliputi dua hal, yaitu ajal Rasulullah yang kian dekat dan apresiasi beliau kepada anaknya itu berupa gelar pemimpin perempuan mukmin atau pemimpin perempuan umat.

Kisah lainnya juga pernah di nu kil. Ketika tengah bermain ber sa ma anak-anak, Anas bin Malik ra pernah didatangi oleh Rasululllah SAW. “Setelah meng ucapkan salam, beliau mengutus ku untuk suatu keperluan sehingga ia terlambat pulang untuk me nemui ibunya, Ummu Salim. Se tibanya di rumah, sahabat yang mendapat julukan khadim ar Rasul (pelayan Rasulullah) langsung mendapat pertanyaan dari ibunya perihal sebab keterlambatannya itu. “Apakah yang me na hanmu hingga terlambat pu lang?” tanya sang ibu.

Sahabat yang berasal dari suku Khazraj itu pun enggan menja wab. Cukup mengatakan bahwa ia terlambat sebab keperluan yang disuruh Rasulullah. Keper lu an apa yang dimaksud? “Itu ra hasia,” katanya mengelak. Ummu Salim memahami dan meminta agar ia tetap menjaga rahasia itu. “Ja nganlah kamu sekali-kali mem buka rahasia Rasulullah SAW kepada siapa pun,” pinta nya.

Rahasia dalam bahasa Arab di sebut sirr. Informasi apa pun yang diperoleh seseorang dari koleganya ataupun institusi tempat ia bekerja, contohnya, adalah benda berharga yang harus tetap disimpan. Islam mengajarkan agar ti dak membuka dan mengumbarum bar rahasia. Anjuran ini ber laku untuk semua dan di mana pun ia memegang fungsi. Seorang suami contohnya, berkewajiban menyimpan rahasi istri, anak, dan keluarganya. Demikian sebalik nya. Pada intinya, tiap anggota ke luarga memiliki kewajiban sa ma, yaitu menutup rapat rahasia.

Setiap karyawan bertanggung jawab mengamankan rahasia per usahaan tempat ia mencari naf kah. Perkara yang dianggap raha sia dan tidak boleh terbong kar oleh pihak lain wajib dijaga. Hal ini mengingat persaingan di dunia bisnis terkadang menafikan batas etika. Bisa jadi, di dunia industri, misalnya, perusahaan tertentu mencoba mencuri for mula dan te muan teranyar dari sebuah pa brik.

Mahmud Al Mishri dalam bu ku nya Mausu’ah an Akhlaq Ar Rasul (Ensiklopedi Akhlak Ra sulullah) mengatakan, menjaga rahasia yang sifatnya terpuji me rupakan salah satu bentuk ama nah, salah satu jenis memenuhi janji, dan tanda perilaku yang tenang. Menjaga rahasia yang terpuji adalah menyembunyikan rahasia atau aib orang lain yang dipercayakan kepada seseorang untuk menyimpannya.

Karena itu, menurutnya, pe milik rahasia semestinya berhatihati menempatkan rahasia pribadinya. Pasalnya, orang-orang yang meminta amanat atau kepercayaan biasanya akan berlaku khia nat. Rahasia yang kurang ter jaga dengan baik akan mudah ter sebar. Ada beberapa faktor penyebabnya, antara lain, banyaknya orang yang mengetahui rahasia tersebut. Sekali saja rahasia itu disebarkan kepada lebih dari satu hingga tiga orang, maka tak lagi dianggap rahasia. Ali bin Abi Tha lib berkata, “Rahasiamu ada lah tawananmu. Jika kamu telah membicarakannya kepada orang lain, berarti kamu telah mele paskannya.”

Mahmud menambahkan, dam pak yang bisa muncul akibat ra hasia tersebar luas sangat luar biasa, di antaranya menyebarkan rahasia berarti mengkhianati ama nah dan merusak perjanjian, membuka rahasia dapat menghapus muruah, merusak persau daraan, dan memicu pertikaian. Sebaliknya, dengan mengunci erat rahasia akan menempatkannya dalam derajat manusia yang sempurna. Termasuk, memberi kan banyak faedah dunia ataupun di akhirat kelak.

Boleh dibuka, asal?

Ibnu Baththal mengatakan, mayoritas ulama berpendapat bahwa apabila si pemilik rahasia sudah meninggal tidak ada ke harusan menyembunyikan raha sia nya. Kecuali, rahasia tersebut adalah cacat atau aibnya. Ibnu Hajar menyebut tiga klasifikasi hukum menyebarluaskan rahasia yaitu haram jika rahasia itu tak lain ialah aib, makruh secara mutlak, boleh, dan dianjurkan. Untuk kategori yang terakhir ini, misalnya, membuka rahasia mes ki pun pemilik rahasia kurang se nang, seperti mengungkap kebersihan hati atau perilaku baik yang ia miliki.

Selain itu, menurut Imam Gha zali, hukum membuka rahasia haram dan sangat dilarang. Hik mah di balik pelarangan itu yaitu terdapat unsur menyakiti dan me remehkan hak-hak teman, apalagi hingga dapat membahayakan pemilik rahasia. Bila tidak terdapat unsur membahayakan, maka termasuk kategori tercela.

Dalam pandangan pakar ushul fikih dari kalangan salaf, Izz bin Abd As Salam, secara garis besar menutup aib manusia adalah ta biat manusia yang menjadi keka sih Allah. Namun, dalam beberapa kondisi, adakalanya rahasia ataupun aib itu boleh dibeberkan. Terutama, jika ada maslahat atau menghilangkan bahaya. Argu men tasi dalilnya merujuk pada kisah Nabi Yusuf saat menceritakan ajakan istri Aziz untuk ber buat mesum dan melanggar la rang an-Nya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement