REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa kecil yatim piatu dan berdikari dengan mengembala domba, itulah Rasulullah SAW. Kendati seorang Rasul, sering sekali Beliau SAW menghadapi keperihan hidup. Apalagi setelah mendapatkan risalah kenabian, banyak kisah sedih yang Beliau lewati.
Rasulullah pernah dilempari batu hingga berdarah-darah oleh kaum Thaif, sering dicaci-maki penduduk Quraisy, hingga diboikot 3,5 tahun lamanya bersama orang-orang beriman. Begitulah beratnya ujian bagi para nabi dan rasul. Seperti sabdanya, “Manusia paling berat ujiannya adalah para nabi.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Maajah).
Apa alasannya, Allah SWT begitu tega dengan kekasihnya Muhammad SAW? Jika Allah SWT benar-benar sayang kepada Beliau, mengapa tidak diberikan-Nya hidup yang senang dan kelapangan?
Tak hanya Nabi Muhammad SAW, seluruh nabi dan rasul pun mendapatkan ujian yang berat dari-Nya. Siapa yang tak kenal dengan kisah masyhur Nabi Ayyub AS yang seluruh tubuhnya digerogoti penyakit, kecuali tersisa lidah dan jantungnya saja? Ada pula kisah Nabi Yunus yang ditelan ikan selama 40 hari serta kisah nabi-nabi lainnya.
Kisah ini mengajarkan kepada kita, semakin tinggi tingkat kesalehan seseorang maka semakin tinggi pulalah ujian yang diberikan kepadanya. Sama halnya, semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka semakin susah pula materi ujian yang akan ia lewati.
Allah berfirman, “Dan Kami jadikan sebahagian kamu ujian bagi sebahagian yang lain. (Demikian untuk membuktikan, apakah) kamu mau bersabar? dan adalah Rabb-mu Maha Melihat.” (QS al-Furqan [25]: 20).
Jika diurutkan, tingkatan ujian terberat manusia, yakni para Nabi Ulul Azmi (lima orang nabi yang paling berat dan paling tabah menghadapi ujian), para nabi dan rasul lainnya, para ulama dan wali Allah, orang-orang saleh, orang-orang beriman biasa, kemudian barulah orang-orang yang belum beriman. Urutan ini seperti halnya mengurutkan tingkat pendidikan dari pascasarjana, sarjana, SMA, SMP, SD, dan TK.
Jadi, untuk menjadi orang yang paling dekat dengan Allah mestilah melewati ujian yang sangat berat. Berhasil menjadi orang saleh tidak didapatkan dengan bersenang-senang, tetapi melalui suatu perjuangan berat. Demikian juga, menjadi orang saleh berarti siap dengan ujian Allah yang lebih berat dari orang-orang biasa lainnya.
Disarikan dari Dialog Jumat Republika