Selasa 26 Dec 2017 22:07 WIB

Menyatukan Warisan Peradaban Islam di ISTAC

Gedung Istac
Foto: Wikipedia
Gedung Istac

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak beberapa dasawarsa terakhir, Malaysia menjadi salah satu pusat keilmuan Islam di tingkat global. Posisi itu, antara lain, ditandai dengan keberadaan Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM). Kampus yang berdiri sejak 1983 telah berkiprah banyak melalui alumninya.

IIUM kemudian mendirikan lembaga Institut Pemikiran dan Peradaban Islam Internasional (ISTAC) yang sejak 2015 menjadi ISLAH (The Ibn Khaldun International Institute of Advanced Research). Filsuf Muslim terkemuka, Syed Muhammad Naquib al-Attas, merupakan sosok yang merancang institut itu pada 1987.

Dengan ISTAC, Syed Naquib al-Attas sepertinya bermaksud menghadirkan pembaruan arsitektur Islam di Malaysia. Sebuah sumber menyebutkan, al-Attas ingin membangun dan memadukan arsitektur Islam yang berasal dari berbagai negara. Di antaranya adalah Melayu, Spanyol-Moor, Romawi-Suriah, Yunani- Arab, dan Afrika Utara.

Ciri-ciri ragam budaya ini tampak, khususnya pada bagian menara, lengkung gerbang, pilar-pilar, lanskap, sejumlah patung, dan hiasan-hiasan pada bangunan utama ISTAC. Demikian dikutip dari ar tikel karya Aizan Ali Mat Zin dkk untuk Middle-East Journal of Scientific Research (2013).

ISTAC berdiri di puncak Bukit Damansara, Kuala Lumpur, Malaysia. Pemilihan lokasi ini menjadi pertimbangan tersendiri karena menjadikannya serupa dengan Istana al-Hambra, warisan arsi tek tur Dunia Islam di Bukit Merah, Spanyol.

Kesan istana tidak hanya berasal dari kebudayaan Spanyol-Andalusia. Bangunan utama ISTAC dinilai menampilkan corak arsitektur yang khas istana-istana Melayu. Menurut Mat Zin dkk, ISTAC memang dimaksudkan sebagai istananya para sarjana Muslim. Syed Naquib al- Attas melalui ISTAC ingin menyimbolkan betapa istimewanya kedudukan kaum berilmu di tengah peradaban Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement