REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yerusalem kuno terletak di dataran tinggi yang sulit ditempati. Dilansir dari buku seri Ensiklopedia Peradaban Islam, bukti-bukti keramik menunjukkan adanya kesibukan di Ofel -- Kota Daud di Kota Tua Yerusalem dan Samaria (ibu kota Kerajaan Israel kuno) -- pada zaman tembaga atau sekitar milenium ke-4 SM.
Ada juga bukti lain menyertainya, yakni sebuah permukiman tetap selama Zaman Perunggu atau sekitar 3.000- 2.800 SM. Di selatan tembok kota lama (sekarang Yerusalem), pernah ditemukan bejana keramik yang diperkirakan berasal dari 3.200 SM. Pada masa itu, Yerusalem disebut sebagai sebuah kota, salah satu kota di Kanaan tepatnya.
Mantan kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Umar Anggara Jenie menjelaskan, Yerusalem merupakan bukti paling baik dalam kekunoan permukiman-permukiman bangsa Arab semistis purba di Palestina. Mereka ada jauh sebelum kedatangan bangsa lain.
Kota ini didirikan suku Yebus, yakni cabang bangsa Kanaan yang hidup sekitar lebih dari 5.000 tahun lalu. Yang pertama kali mendirikan Yerusalem adalah seorang raja bangsa Yebus- Kanaan. Alkitab menyebut orang Kanaan sebagai orang Yebus.
Mereka memerintah Kanaan sampai penaklukan Raja Daud. Seusai mengambil alih kota dari orang Yebus, orang Yahudi menjadi penduduk mayoritas selama 1.200 tahun sampai kehancuran Yerusalem oleh Roma pada abad ke-2 Masehi.
Selama abad 18 SM, Yerusalem tak ubahnya wilayah Kanaan lainnya. Daerah ini berkembang dari masyarakat suku dengan sejumlah panglima. Kemudian, tempat ini berkembang menjadi permukiman kota yang diperintah raja. Penguasa ini disebut Karen Armstrong memasukkan nama dewa Syria, Shalem yang diidentifikasi sebagai matahari terbenam atau bintang malam.
Hal ini dipahami karena Yerusalem didirikan dan dipimpin oleh seorang raja yang memuja dewa. Apalagi, Kanaan dan Yerusalem merupakan wilayah yang memiliki banyak tempat pemujaan dewa. Namun, ada pula yang menyatakan bahwa nama Yerusalem berasal dari Jebusite Ur-Salem atau Uris halim.
Secara politis, Kanaan mungkin di kuasai Mesir. Namun, dalam urusan budaya dan agama, pengaruh utama datang dari Syiria. Di Hazor, Megiddo, dan Sikhem, kuil-kuil pada periode ini telah digali dan menunjukkan dengan gamblang bahwa kuil tersebut dibangun dengan model Syria.
Sebagai salah satu negara kota di Kanaan, pengaruh kaum Huria yang muncul pada abad ke-14 SM cukup kuat di Yerussalem. Wilayahnya meluas sampai ke daratan Sikhem dan Gezer. Armstrong pun menegaskan, pada titik ini, pengetahuan tentang Yeru salem berasal dari lempengan aksara paku yang ditemukan di Tel el-Amarna, Mesir. Lempengan itu merupakan bagian arsip Kerajaan Firaun Amenhotep III (1386- 1349 SM) dan putranya, Akhenaten (1350-1334 SM).
Di sisi lain, catatan ini menegaskan ke beradaan orang Yebus seperti tertera dalam Al Kitab sebagai penghuni pertama Kanaan. Sebelum orang Israel (Yahudi) datang dari Mesir, orang-orang Yebus itu sudah menetap di wilayah yang kini disebut Yerussalem dan Palestina itu. Dengan demikian, keliru jika dikatakan penghuni pertama Kanaan atau Yerussalem atau Palestina adalah bangsa Yahudia atau Israel.