Rabu 20 Dec 2017 04:21 WIB

Memperluas Penafsiran Zakat untuk Membebaskan Budak

Rep: A Syalaby Ihsan/ Red: Agung Sasongko
Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).
Foto: crethiplethi.com
Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Izzudin Abdul Manaf, pakar ekonomi syariah, mengutip pemikiran Mahmud Syaltut yang memperluas penafsiran ar-riqab. Ar-riqab didefinisikan tidak melulu menyangkut membebaskan budak, tetapi merupakan upaya membebaskan negara-negara yang masih dikuasai negara adikuasa yang bertindak zalim baik secara politik, ekonomi, maupun ideologis.

Dalam kasus memerdekakan budak (ar-riqab), Syaltut menggunakan pendekatan qiyas. Dia menganalogikan penjajahan atas bangsa dengan perbudakan pada masa awal Islam. Walaupun Syaltut tidak menjelaskan ilatnya, hal itu bisa dipastikan dengan merujuk langsung kepada surah at-Taubah ayat 60 di atas. Ilat yang mengikat antara memerdekakan budak pada masa awal Islam dengan memerdekakan bangsa yang terjajah adalah menyingkirkan kesulitan dan menjauhkan nestapa manusia.

Dari pengertian riqabini, ulama Selangor, Malaysia, menqiyaskan korban-korban human traffickingsebagai riqabyang wajib menerima zakat, sehingga dapat membebaskan diri mereka dari perbudakan modern ini.  Lembaga zakat di Selangor, Malay sia, misalnya, memberikan perhatian khusus terhadap ashnaf mustahiqini. Tidak sedikit pelacur dan anak-anak jalanan yang terbebas dari human trafficking dan mendapatkan kehidupan yang layak dari zakat para muzaki yang disalurkan melalui Lembaga Zakat Selangor. Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement