REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat koordinasi bersama Kementerian Agama (Kemenag), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan para produser program religi belum lama ini. KPI meminta, lembaga penyiaran memperhatikan kompetensi, metode penyampaian, dan materi narasumber atau penceramah yang akan tampil di televisi.
"Kemarin hanya mendiskusikan beberapa hal yang strategis yang seharusnya dilakukan oleh lembaga penyiaran terkait tayangan program siaran religi," kata Komisioner Pengawasan Isi Siaran KPI, Nuning Rodiah kepada Republika.co.id, Jumat (15/12).
Nuning mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh lembaga penyiaran. Pertama, terkait dengan kompetensi narasumber yang akan mengisi program religi di televisi. Kompetensi ini adalah kompetensi substansi dan metode. Artinya, sejauh mana narasumber memahami ajaran agama dengan baik dan benar.
Yang kedua, terkait dengan metode penyampaian. Dakwah adalah mengajak, dalam konteks penyiaran tentu akan melihat penceramah yang enak penyampaian dakwahnya. Serta bahasanya mudah diterima oleh pemirsa. Ketiga, terkait dengan materi. Materi yang harus dihindari adalah materi yang dapat memicu atau menimbulkan khilafiah (perbedaan).
"Seperti berbicara mazhab-mazhab dan lain sebagainya, maka itu harus dihindari. Ini karena, masyarakat Indonesia tidak hanya menganut satu mazhab saja. Maka, agar tidak menimbulkan kerancuan pemahaman beragama dan kegaduhan maka dihindari persoalan-persoalan khilafiah," ujarnya.
Menurutnya, kalau pun harus mengangkat persoalan khilafiah, maka harus jelas dan tegas disampaikan tentang referensi mazhab-mazhab tersebut. Karena ada perspektif perbandingan madzhab. Selain itu, materi penceramah juga tidak boleh menimbulkan potensi gaduh di publik.
Menurut Nuning, potensi gaduh di publik bermacam-macam. Seperti kasusnya Metro TV, penceramah menuliskan ayat Alquran dengan tidak benar sampai dua episode. "Oleh karena itu, KPI meminta agar tim pemangku program siaran religi ini benar-benar selektif, artinya mulai dari tim produksi, tim editing, tim quality control itu juga harus ada yang memahami agama," ujarnya.
Sebab, kata Nuning, kalau tidak ada yang memahami agama, nanti siapa yang akan mengkoreksi kalau terjadi kesalahan. Di samping itu, KPI juga meminta, kerja sama Kemenag dan MUI. Maka, KPI meminta Kemenag dan MUI memberikan referensi penceramah kepada lembaga penyiaran.