REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang perayaan Natal tahun ini, berbagai sudut di ibukota mulai mempercantik diri dengan hiasan dan dekorasi bertema Natal. Dekorasi menarik ini dipenuhi warna dengan beragam tema yang biasanya diletakan pada pusat perbelanjaan, hotel, dan berbagai lokasi fasilitas umum lainnya.
Tak kalah penting, mendekati perayaan Natal biasanya para pegawai pusat perbelanjaan mengenakan atribut Natal. Mereka mengenakan pakaian warna merah atau hijau sampai kostum sinterklas.
Menurut salah satu pegawai pusat perbelanjaan di kawasan Kemang, Agushatini, setiap menjelang perayaan Natal dipastikan seluruh karyawan mengenakan pakaian beratribut Natal. "Yang mengenakan pakaian atribut Natal biasanya kasir aja, itu juga hanya bando merah hijau. Kadang SPG juga pakai atribut Natal. Karyawan lainnya pakai seragam biasa," ujarnya kepada Republika.co.id, di Jakarta, Senin (4/12).
Kendati demikian, dia menyebut, tidak ada unsur pemaksaan dalam mengenakan atribut Natal. Sebab, itu hanya merupakan simbol-simbol sebagai rasa toleransi sesama umat beragama. "Tidak ada yang maksa, kadang saja ada yang mau pakai sinterklas meski muslim," ucapnya.
Di sisi lain, soal dekorasi dan potongan harga selalu dilakukan oleh pihak pengelola mall. Biasanya potongan harga dilakukan pada pertengahan Desember. "Dekorasi sudah pasti ada saat natal dan tahun baru nanti. Diskon juga banyak sekali akhir tahun ini," ungkapnya.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengucapkan terima kasih kepada pihak pengelola pusat-pusat perbelanjaan yang ikut mentaati imbauan dan fatwa MUI larangan memaksakan penggunaan atribut Natal kepada karyawan Muslim.
Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Prof HM Baharun mengatakan itikad baik dari pihak pengelola pusat perbelanjaan yang mau mengikuti himbauan MUI tersebut, merupakan sikap yang merawat keragaman dan toleransi.
"Menurut saya mereka yang menaati himbauan MUI melalui fatwa itu sikap yang merawat keragaman dan toleransi," kata dia kepada Republika.co.id.
Sebab pemaksaan keseragaman agar penganut lain harus menggunakan atribut ibadah agama tertentu, menurutnya, dapat menimbulkan kerawanan sosial. Apalagi menjelang upacara ritual keagamaan, itu sangat sensitif dan mencederai kerukunan umat beragama yang selama ini sudah cukup harmonis.
Dia pun menilai, sikap Kapolri kini, Jendral Pol M Tito Karnavian, cukup akomodatif ikut memantau dan mencegah kemungkinan timbulnya kerawanan sosial tersebut. "Untuk itu saya apresiatif kepada Kapolri yang responsif itu," kata Guru Besar Sosiologi Agama ini.