REPUBLIKA.CO.ID, Malaysia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dengan populasi penduduk Muslim yang signifikan. Masjid-masjid hadir tidak sekadar tempat publik untuk beribadah, melainkan mempunyai fungsi simbolis kebanggaan bagi masyarakat setempat. Salah satu yang mempesona adalah Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz. Masjid ini berada di pusat ibukota negara-bagian Selangor, Shah Alam. Masjid ini merupakan yang terbesar kedua di Asia Tenggara. Posisi pertama masih diduduki Masjid Istiqlal di Jakarta, Indonesia.
Kemegahan masjid ini tampak dari kubahnya yang menjulang setinggi 51 meter serta bergaris tengah 109 meter. Lantaran itu, beberapa sumber mengklaim Masjid Sultan Salahuddin merupakan rumah ibadah dengan kubah terbesar di dunia. Kubah tersebut berwarna biru cerah sehingga tidak heran dari sanalah julukan Masjid Biru bermula. Pandaran warna itu tampak gagah, baik di kala siang maupun malam hari. Tata cahaya lampu mendukung penampakan indah masjid ini sehingga menyejukkan mata segenap publik kota Shah Alam.
Secara keseluruhan, Masjid Sultan Salahuddin mengadopsi gaya arsitektur Turki, utamanya khas Dinasti Mamluk. Itu tampak dari bentuk kubah raksasa tersebut yang cenderung silinder pada bagian bawahnya. Akan tetapi, ada sedikit modifikasi pada soal pola-pola yang menghiasi permukaan kubah itu. Alih-alih ukiran floral yang rumit, bentuk geometris belah-ketupat berwarna selang-seling putih dan biru dipilih. Karena itu, ada kesan modern yang muncul dari tampilan eksteriornya.
Bagian bawah kubah ini dihiasi ukiran kaligrafi yang indah. Karya seni itu merupakan buah tangan seorang ahli ukir kaligrafi asal Mesir, Syekh Abdul Munik Muhammad Ali al-Sharkawi. Adapun bahan dasar alumunium dipilih untuk kubah raksasa tersebut karena sifat anti-karat. Dengan demikian, daya tahannya dapat mencapai lebih dari 100 tahun.
Gaya bangunan Turki tidak hanya pada kubah, melainkan juga empat menara yang berada di tiap sudut bangunan utama Masjid Sultan Salahuddin. Keempatnya bagaikan pensil raksasa yang berujung lancip. Ini mengingatkan kita pada hasil mahakarya Mimar Sinan, sang arsitek terbesar dari zaman Dinasti Turki Usmaniyyah pada abad ke-16.
Masing-masing menara Masjid Sultan Salahuddin menjulang dengan ketinggian 142,3 meter. Pada setiap pucuknya itu, ditutup dengan bentuk kerucut berwarna biru--seperti halnya kubah utama. Warna dominannya adalah abu-abu, mengikuti warna utama bangunan masjid ini. Ada tiga buah balkon pada masing-masing menara. Buku rekor dunia, Guinness World Records pernah mencatat Masjid Sultan Salahuddin sebagai yang tertinggi di dunia lantaran menara-menara itu. Kini, gelar menara masjid tertinggi dipegang oleh Masjid Hassan II di Kasablanka, Maroko.
Tidak jauh dari pintu utama Masjid Sultan Salahuddin, ada sebuah kolam yang dihiasi air mancur. Mendekati ruangan tempat shalat, pengunjung akan disambut dengan aula depan tempat berdirinya belasan pilar. Aula itu dinaungi atap-atap kecil berbentuk piramida berwarna biru yang bersangga pada tiap pilar. Bentuknya menampilkan kesan bangunan Melayu. Dengan demikian, tampak bahwa pembangunan Masjid Sultan Salahuddin berupaya memadukan corak khas Turki dengan Melayu dan budaya modern abad ke-20.
Pada bagian interior masjid ini, kesan cerah timbul dari kaca-kaca atap dan jendela patri yang juga berwarna biru. Benda itu tampak serasi dengan dominasi warna putih yang melekat pada tembok bangunan utama. Pengunjung juga akan mendapatkan kesan tenang lantaran sistem pencahayaan dan ventilasi yang memendarkan warna biru pada kaca-kaca itu.
Keindahan juga memancar dari bagian dalam kubah raksasa. Bentuknya lingakaran sempurna dengan warna dominan cokelat keemasan. Pada permukaannya, terdapat motif corak geometris berbentuk daun teranyam. Pada bagian pinggirnya terdapat gambar kaligrafi yang begitu indah dengan warna kuning cerah dan latar biru. Di dekatnya, sebuah lampu kristal berukuran besar menggantung dengan anggunnya.
Nama masjid ini mengambil dari nama Sultan Salahuddin Abdul Aziz. Sosok pemimpin Melayu ini pada 14 Februari 1974 menjadikan Shah Alam sebagai ibukota baru negara-bagian Selanggor. Untuk menunjang fungsi kota Shah Alam, maka diperlukan sebuah masjid resmi, baik sebagai ruang publik maupun simbol prestise Selanggor. Pembangunan Masjid Sultan Salahuddin bermula pada 1982 di atas lahan seluas 14 hektare. Enam tahun kemudian, masjid ini diresmikan serta dibuka untuk umum.
Masjid ini terbuka bagi Muslim maupun non-Muslim, dengan ketentuan berpakaian dan berperilaku sopan islami. Memang, keindahan Masjid Sultan Salahuddin telah menjadi daya tarik pariwisata di negara-bagian Selanggor.