Jumat 01 Dec 2017 09:30 WIB
Maulid Nabi Muhammad

Akar Tradisi Maulid Nabi

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Rasulullah
Foto: fold3.com
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Maulid Nabi adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Perayaan ini jatuh pada 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah. Maulid berasal dari bahasa Arab, yang berarti kelahiran. Beberapa negara Muslim memiliki istilah sendiri untuk menyebut perayaan ini.

Di Arab perayaan Maulid Nabi dikenal dengan Eid al-Maulid an-Nabawi. Kaum Urdu menggunakan istilah Milad an-Nabi. Sedangkan di daerah Melayu, Maulid Nabi juga dikenal dengan Maulidur Rasul.

Perayaan Maulid Nabi SAW dalam sejarah Islam sudah berlangsung lama, sejak ribuan tahun lalu. Menurut AM Waskito dalam Pro dan Kontra Maulid Nabi, setidaknya ada tiga teori tentang asal mula perayaan Maulid Nabi. Pertama, perayaan maulid pertama kali diadakan oleh kalangan Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir yang berhaluan Syiah Islamiliyah (Rafidhah). Mereka berkuasa di Mesir pada 362-567 Hijriyah atau sekitar abad keempat hingga keenam Hijriyah.

Mula-mula, dirayakan di era kepemimpinan Abu Tamim yang bergelar al-Mu'iz li Dinillah. Perayaan Maulid oleh Dinasti Ubaid hanya salah satu bentuk perayaan. Selain itu, mereka juga mengadakan perayaan hari Asyura, perayaan Maulid Ali, Maulid Hasan, Maulid Husain, Maulid Fathimah, dan lainnya.

Kedua, perayaan maulid di kalangan Ahlussunah waljamaah (Aswaja) pertama kali diadakan oleh Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri, gubernur Irbil di wilayah Irak. Beliau hidup pada 549-630 H. Diceritakan saat perayaan maulid diadakan, Mudzaffar Kukabri mengundang para ulama, ahli tasawuf, ahli ilmu, dan seluruh rakyatnya. Mereka menjamu mereka dengan hidangan makanan, memberikan hadiah, bersedekah kepada fakir miskin, dan lainnya.

Ketiga, perayaan maulid pertama kali diadakan oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi (567- 622 H), penguasa Dinasti Ayyubiyah. Tujuan beliau untuk meningkatkan semangat jihad kaum Muslimin dalam rangka menghadapi Perang Salib melawan kaum Salibis dari Eropa dan merebut Yerussalem dari tangan Kerajaan Salibis.

Beberapa teori sejarah di atas dapat disatukan tanpa harus mempertentangkannya. Awalnya, perayaan Maulid Nabi diadakan oleh Dinasti Ubaid di Mesir. Perayaan Maulid Nabi di sana hanya satu di antara sekian banyak perayaan yang mereka lakukan, untuk membangun pencitraan dan mendapat dukungan dari rakyat Mesir. Hal itu terpaksa dilakukan, karena sebelumnya Syiah Ubaidiyah telah dihancurkan oleh kaum Muslimin di Tunisia.

Datangnya Shalahuddin al-Ayyubi menguasai Mesir menjadi berkah bagi kaum Muslimin. Beliau berjuang keras mengembalikan haluan akidah rakyat Mesir ke pangkuan Aswaja. Caranya, beliau melakukan pendekatan kultural, bukan dengan pedang atau pertumpahan darah. Untuk merintis perubahan ini, beliau sisakan perayaan Maulid Nabi bagi rakyat Mesir.

Tampaknya, perayaan Maulid Nabi di Mesir mengundang ketertarikan penguasa Muslim di wilayah lain, yaitu Muzhaffar Kukabri, gubernur Irbil di Irak. Beliau ini sebenarnya adalah sejawat Sultan Shalahuddin dalam jihad melawan pasukan Salibis di Eropa. Bahkan, Sultan Shalahuddin menikahkan laki-laki dengan saudara perempuannya, Rabiah Khatun bin Ayyub.

Tidaklah aneh jika di antara keduanya terjalin hubungan saling mendukung. Dan kebutuhan peringatan Maulid Nabi ini dirasakan mendesak, ketika kaum Muslimin sedang mengalami kelemahan dan kelelahan, akibat perang terus-menerus menghadapi kaum Salibis Eropa. Saat itulah Shalahuddin memanfaatkan momen peringatan Maulid Nabi untuk mengingatkan kembali kaum Muslimin terhadap jejak-jejak sejarah Rasulullah.

Dengan demikian, kita bisa mendapatkan kesimpulan tentang asal mula peringatan Maulid nabi dalam sejarah kaum Muslimin sejak ribuan tahun lalu. Awalnya, diinisiasi oleh Dinasti Syiah Ubaidiyah lalu diadaptasi ke dalam kultur Aswaja oleh Malik Mudzaffar dan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Di Mesir, pada masa Dinasti Mamluk (abad ke-14 dan abad ke-15 M), peringatan Maulid diadakan dengan mewah dan megah. Dalam acara itu, Sultan membagikan pundi-pundi dan kue kepada para ulama.

Pada abad ke-19 M kerajaan Islam di Mesir mengadakan peringatan maulid di sebuah taman. Dalam kesempatan itu dibacakan syair berseloka yang mengungkapkan kecintaan kepada Nabi Muhammad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement