REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW terkenal sebagai seorang komunikator yang andal dan orator yang hebat. Cara beliau bertutur kata sangatlah beradap, bahasanya terususn indah dan mudah dipahami. Setiap perkataan Rasulullah SAW mengandung kebenaran.
Dikutip dari buku yang berjudul ‘Teladan Muhammad’ berikut merupakan cara Rasulullah SAW Bertutur Kata:
Singkat Padat
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SaW bersabda, “Aku diutus dengan Jawami’ al-Kalim (ucapan singkat tetapi sarat makna)... (HR. Bukhari, kitab at-Ta’bir)
Beliau termasuk banyak diamnya, tidak berbicara tanpa ada manfaatnya. Memulai dan menutup pembicaraan dengan ungkapan yang fasih. Beliau berbicara dengan ungkapan yang singkat tetapi luas maknanya (jawami’ al-Kalim). Berbicara dengan perinci, tidak lebih dan tidak kurang. (Zadul Ma’ad hlm.101)
Mengulangi Ucapan Tiga Kali
Anas bin Malik ra meriwayatkan dari Rasulullah SAW, “Bahwasanya apabila mengucapkan salam, beliau mengucapkannya tiga kali dan apabila berbicara, beliau mengulanginya tiga kali pula.” (HR. Bukhari, Kitab Ilmu)
Ibnu Qayim ra berkata, “Sering kali beliau sengaja mengulang perkataannya dengan tujuan agar bisa dipahami. Apabila memberi salam, beliau mengucapkannya sebanyak tiga.” (Zadul Ma’ad, hlm.101)
Tidak Berlebihan dalam Berbicara
Urwah bin az-Zubair ra meriwayatkan bahwasannya ‘Aisyah berkata, “Tidakkah kamu heran dengan Abu Hurairah ra yang datang lalu duduk di samping kamarku menyampaikan suatu hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Ia bermaksud memperdengarkannya kepadaku, padahal ketika itu aku sedang bertasbih (berzikir). Lalu, ia pergi sebelum aku menyelesaikan zikirku.”
“Seandainya aku sempat menemuinya, tentu aku akan menolaknya (tidak membenarkannya). Karena Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan hadits secara berturut-turut sebagaimana yang kalian sampaikan (maksudnya menyampaikan hadits sekian banyak dalam satu waktu)”. (HR. Bukhari, kita al-Manaqib)
Tidak Berbicara Kecuali yang Bermanfaat
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018)
Ibnu Hajar berkata, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna, semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya.”
Ia menjelaskan bahwa perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya.Segala perkataan yang berorientasi padanya (pada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik.
Perkataan yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah pada kejelekan. Oleh karena itu orang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah pada kejelekan) hendaklah diam. (lihat al-Fath, 10:446)