Senin 27 Nov 2017 23:00 WIB

Menjadi Pemuda Idola

Hijrah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hijrah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemuda idola Makkah. Mungkin jika ada ajang pencarian idola anak muda sejak zaman Nabi Muhammad SAW, nama yang satu ini akan menjadi pemenang. Pakaiannya mewah, wajahnya tampan, orang tuanya kaya dan memberikan fasilitas berkecukupan.

Gadis-gadis Makkah digambarkan sangat mengagumi pemuda ini. Jika ia berjalan, wanginya sudah tercium dari jarak sekian. Ia digelari pemuda Makkah yang namanya paling harum. Sosok tersebut adalah Mus'ab bin Umair RA.

Saat di Makkah, Mus'ab bisa jadi adalah role model anak-anak muda zaman sekarang. Fasilitas yang berkecukupan membuatnya sangat dimanja orang tua. Dikisahkan, sebelum memeluk Islam, Mus'ab sering berlomba-lomba memakai pakaian paling bagus dengan teman-temannya.

Begitulah yang kita lihat dari diri pemuda saat ini. Apa yang ia kenakan harus mendapat pujian dari kawan sebaya. Ukuran bagus tidaknya masa muda kini tergantung dari apa omongan teman soal penampilannya.

Anak-anak muda kini punya ritual baru setiap pagi. Selfie dengan balutan baju yang paling trendi, mem-posting di media sosial sembari berpekik dalam hati, "Ini gayaku hari ini, bagus kan?". Tidak akan  tenang hati sebelum ada komentar yang memuji. Minimal hanya sebuah simbol jempol, tanda menyukai.

Ternyata bukan itu yang dicari Mus'ab. Lelaki muda ini seketika jua melepaskan semua atribut kemewahan mudanya demi memeluk Islam. Kelak, lelaki ini akan ditangisi Nabi SAW. Kala takdir syahid menjemput Mus'ab, ia tak lagi memakai baju gemerlap.

Hanya selembar kain yang kala ditutupkan ke kepala, kakinya terlihat. Saat kaki ditutup kain, kepalanya terlihat. Nabi SAW menitikkan air mata demi mengenang masa-masa Mus'ab yang teramat dimanjakan. Bagi  pemuda seperti Mus'ab, bukan apa yang ia kenakan hari ini yang penting. Namun, apa yang akan ia kenakan kelak di hadapan Allah SWT.

Mus'ab juga bukan pribadi yang gemar mengeluh. Setelah memeluk Islam, keluarganya murka. Semua fasilitas dicabut. Mus'ab hidup sendiri dalam kesederhanaan. Saat itu, ia tak mengeluh. Saat kaum Muslimin di Makkah terus ditekan, Nabi SAW memutuskan untuk mencari tempat dakwah baru. Namun, harus ada seseorang yang memastikan tempat yang baru itu kondusif bagi tumbuh kembangnya Islam.

Seperti yang kita pahami, tugas yang teramat berat itu pun jatuh kepada Mus'ab. Ia harus berangkat seorang diri ke Yatsrib (Madinah). Ia menjadi duta dakwah pertama dalam Islam ke tempat yang sama sekali asing baginya. Penduduk Yatsrib belum mengenal Islam. Mereka pun terpecah dalam konflik suku yang teramat dalam antara Aus dan Khajraj. Tugas Mus'ab semakin bertambah. Namun, sekali lagi, ia tak mengeluh saat itu.

Agaknya kita akan sulit mencari pemuda seperti Mus'ab saat ini. Kala menghidupkan telepon genggam, membuka fasilitas bernama media sosial, langsung kita disajikan keluhan demi keluhan yang meluncur ringan dari anak-anak muda. Mereka mengeluhkan sarapan tak enak, pelajaran membosankan, ibu yang terlalu mengatur, cuaca yang teramat panas, harga kosmetik yang naik seratus perak, hingga mengeluhkan cara berjalan seorang presiden.

Kita mengerti bagaimana akhir tugas Mus'ab di Madinah. Madinah menjadi tempat yang sangat siap menyambut kedatangan Nabi SAW yang terusir dari tanah kelahirannya. Tangan dingin Mus'ab yang meletakkan dasar dakwah Islam ke dalam diri sahabat dari kalangan Anshar.

Medan tugas Mus'ab tak berhenti di situ. Uhud menggerakkan keberanian jiwa mudanya. Ia berangkat menyambut seruan suci itu sebagai seorang lelaki sejati. Tugasnya adalah pembawa panji pasukan. Tugas pembawa panji amatlah penting dalam sebuah peperangan. Jika panji sebuah pasukan jatuh, maka kekalahan akan datang tak lama kemudian.

Maka, Mus'ab bertekad melindungi panji tersebut dengan jiwa raganya. Tak disangka, seorang musuh Allah datang menyerang Mus'ab. Ditebas tangan Mus'ab hingga terpisah dari raganya. Mus'ab lantas meraih panji  kaum Muslimin dengan tangan satunya. Ditebas lagi satu tangan yang tersisa.

Namun, Mus'ab tidak menyerah. Darah kepahlawanannya berada di titik tertinggi. Membungkuk ia lindungi panji kaum Muslimin dengan badannya. Hingga akhirnya, syahid menjemput pemuda dambaan tiap orang tua di  Makkah itu.

Mus'ab mengajarkan kepada kita jika pemuda adalah sosok yang berani tampil membela kebenaran. Ia tidak tiarap di ketiak penguasa zalim. Perang sejatinya tragedi. Tak ada yang ingin mengalami situasi peperangan. Namun, kala panggilan kebenaran datang, tak ada alasan untuk mundur. Pemuda mestilah menjadi pelopor dalam keberanian ini.

Mus'ab juga sosok yang bertanggung jawab. Meski, ia menanggungnya lewat kehilangan ruh. Ia terus melindungi apa yang menjadi tugasnya. Ia menyelesaikan pekerjaanya dengan sempurna. Meraih cita-cita tertinggi setiap kaum Muslimin. Pemuda adalah mereka yang tidak hanya pandai menuntut, namun berkomitmen menyelesaikan apa yang dibebankan sejarah kepadanya.

Pemuda tak pernah bekerja setengah hati. Energinya terlampau banyak untuk dihabiskan dengan tidur pagi, siang, sore, dan malam. Pemuda adalah mereka yang menyingsingkan lengan, meneruskan tugas kenabian, dan menyempurnakan ikhtiar, hingga bertemu akhir yang indah.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement