Selasa 28 Nov 2017 04:43 WIB

Sikap Pemaaf Penting Dimiliki Seorang Pemimpin

Rep: Mgrol97/ Red: Agus Yulianto
Pemaafan (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pemaafan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi seorang pemimpin kerap menghadapi penolakan-penolakan baik dari rakyat maupun orang-orang terdekat. Maka, pemimpin harus tetap teguh dan menjadi insan pemaaf dalam menyikapi tanggapan negatif tersebut. Banyak sosok pemimpin pemaaf dan memiliki kemampuan luar biasa dalam mengendalikan amarah dan emosinya. Selain Rasulullah SAW di antaranya adalah Ma’an bin Zaidah.

Dari Ensiklopedia Alquran dikisahkan Ma’an bin Zaidah adalah seorang pemimpin Irak yang terkenal pemaaf. Suatu ketika seorang penyair bersumpah untuk membuat Ma’an marah. Ia pun bergegas menemui Ma’an di istana. Ketika melihat Ma’an, spontan ia melontarkan kalimat, “Sadarkah engkau kalau mantelmu adalah kulit domba, dan kedua sandalmu adalah kulit unta.”

Mendengar itu, Ma’an menjawab dengan tenang, “Ya, saya sadar dan tak pernah lupa.” Kemudian orang itu kembali berkata, “Mahasuci Dzat yang memberimu kerajaan dan mengajarkanmu duduk di atas ranjang.” Lalu orang itu meneruskan, “Jika aku berumur panjang, aku takkan memberi salam kepada Ma’an, lazimnya salam kepada pemimpin.”

Mendengar ungkapan tersebut Ma’an tetap tenang sembari berkomentar, “Wahai saudara, salam itu sunah.” Setelah itu orang tadi berkata, “Akan aku tinggalkan negeri yang kau pimpin, walaupun zaman ini berlaku aniaya terhadap fakir.” Ma’an tetap tetap tidak marah, bahkan ia berkata, “Wahai saudara, apabila engkau tinggal berdampingan dengan kami, maka kami bahagia. Tetapi jika engkau ingin pergi, mudah-mudahan selamat di perjalanan.”

Orang itu berkata, “Dermakanlah sesuatu untukku wahai putra sang miskin (Ibnu naqishah). Sungguh aku sudah bertekad ingin pergi.” Orang itu mencela Ma’an dengan menggelarinya Ibnu naqishah. Padahal nama sebenarnya adalah Ma’an bin Zaidah, walaupun demikian Ma’an tetap tidak marah. Bahkan sebaliknya, ia menyuruh bawahannya memberi uang sebanyak seribu dinar sebagai bekal perjalanan orang itu.

Orang itu mengambil uang dan memprotes uang yang diberikan Ma’an sangatlah sedikit. Ma’an lalu menyuruh bawahannya memberi seribu dinar lagi padanya. Kemudian orang itu menundukkan kepala seraya berkata, “Wahai baginda...! Saya datang ke mari hanya menguji sikapmu yang pemaaf dan sabar. Sungguh Allah SWT mengumpulkan sikap tersebut dalam dirimu. Andaikata sikap itu dibagikan pada penghuni dunia, niscaya mencukupinya.”

Kemudian ia berkata, “Aku memohon kepada Allah agar engkau dianugerahi umur panjang. Sepertinya tak ada di antara manusia yang sebanding denganmu.”

Demikianlah pentingnya sifat pemaaf dimiliki seorang pemimpin. Sebab pemimpin harus mampu mengayomi rakyatnya, meski dalam situasi apa pun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement