REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT mengajarkan kepada kitauntuk tidak begitu saja menelan mentah-mentah berita atau informasi yangdisampaikan oleh orang fasik. Siapa itu orang fasik? Yaitu orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah SWT.
Jika menerima berita dari orangseperti itu, maka Allah SWT memerintahkan kita untuk tabayyun, yakni melakukan verifikasi, check and recheck, meneliti kembali informasi tersebut. "Mengapa harus tabayyun? Karena bisa jadi berita yang disampaikan oleh orang-orang fasik itu bersifat mengadu domba atau berisi kebohongan yang bisa menimbulkan perselisihan di tengah-tengah kaum Muslim," ungkap Ustaz Fahmi Salim dalam bukunya, Tadabbur Quran di Akhir Zaman.
Dia mengatakan, jika kita tidak memverifikasi, menglarifikasi, memeriksa, dan meneliti suatu informasi yang muncul, lalu ikut menyebarkannya kepada orang-orang, dikhawatirkan kita akan menimpakan kecelakaan kepada suatu kaum karena keteledoran kita. Akibatnya, kita pun bakal menyesali perbuatan tersebut.
Kasus semacam ini pernah terjadidi zaman Rasulullah SAW. Satu ketika, Nabi SAW mengirim seorang utusan bernama Walid bin Uqbah yang bertugas memungut zakat di perkampungan Bani Musthaliq. Ketika akan memasuki perkampungan itu, ia disambut oleh Harits al-Khuzai (pemuka Bani Musthaliq) dan orang-orang yang ada di kampung itu.
Menyaksikan pemandangan tersebut, Walid bin Uqbah jadi salah duga. Ia mengira orang-orang Bani Musthaliq yang datang keluar menyambutnya itu akan membunuhnya.
Kemudian, ia bergegas pulang dan mengadukannya kepada Rasulullah SAW. Setelah mendengar penuturan Walid, Nabi SAW lalu memanggil pemuka Bani Musthaliq untuk meminta penjelasan atas laporan dari utusannya itu. Kepada Rasulullah SAW, pemuka Bani Musthaliq mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak bermaksud membunuh Walid, melainkan ingin melakukan penyambutan. Inilah akibatnya jika tidak ada tabayyun. Laporan yang disampaikan tidak hanya memuat informasi yang keliru, tapi juga sangat jauh dari kebenaran.
Peristiwa di atas kemudian menjadi asbabun nuzul (latar belakang turunnya) Surat al-Hujurat (49) ayat 6, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu".
Ustaz Fahmi menuturkan, tabayyun harus menjadi prosedur tetapbagi setiap Muslim dalam menerima informasi dari mana pun dan dalam lingkup apapun. Baik dalam keluarga, masyarakat, dan bahkan bernegara. "Betapa banyak perselisihan terjadi karena salah dalam memahami informasi, atau tidak melakukan verifikasi dan klarifikasi terkait objek yang diberitakan," ucap sekertaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu.
Perkembangan teknologi informasi dewasa ini menyebabkan munculnya ruang publik baru bernama media sosial (medsos). Ruang publik daring ini berbeda dengan ruang publik di dunia nyata karena orang tak perlu lagi berinteraksi tatap muka alias face to face, tapi tetap dapat menunjukkan ekspresi pikiran dan perasaannya kapan pun ia mau.
Menurut Fahmi, kehadiran medsos memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, ruang publik baru ini dapat dimanfaatkan untuk membangun koneksi dan menyebarkan gagasan-gagasan yang benar dengan cepat. Sementara, dampak negatifnya, medsos juga sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai media penyebaran berita-berita palsu dan ujaran kebencian yang tak terkendali di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut berpotensi memicu gangguan terhadap ketertiban umum.
Fahmi berpendapat, sedikitnya adatiga faktor yang menyebabkan maraknya penyebaran berita palsu maupun ujaran kebencian di medsos hari ini. Pertama, perkembangan teknologi memang memungkinkan warga dunia maya (netizen) untuk menambahkan, mengubah, ataupun memelintir teks yang telah dipublikasikan oleh netizen lain.
Kedua, tingginya angka pengguna internet membuat informasi yang diunggah ke medsos mudah tersebar dalam waktu relatif singkat. Seperti dilansir Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), ada 132,7 juta orang Indonesia yang telah terhubung dengan internet pada 2016.
Sementara, faktor ketiga adalah tingginya tingkat interaksi antarpengguna internet. Tidak adanya batasan ruang dan waktu di dunia maya, menyebabkan orang begitu mudah membagikan informasi yang berseliweran di internet kepada rekan-rekan, sahabat, dan keluarganya lewat berbagai aplikasi medsos. Di antaranya seperti grup Whatsapp, Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya.
Dalam arus informasi seperti sekarang ini, kata Fahmi lagi, dibutuhkan kecerdasan, tanggung jawab, serta kebijaksanaan dalam menggunakan medsos. Terutama dalam kaitannya siapa yang menyebarkan dan siapa yang menerima informasi tersebut. Jadi, antara orang yang menukil dan orang yang menerima berita harus memiliki kode etik.
"Bagi yang menyebarkan suatu maklumat atau berita, kode etiknya harus jujur, tidak boleh mengurangi atau menambahi substansi dari berita yang disebarkan kepada publik. Karena terkadang teks yang disampaikan berbeda dengan konteks yang sesungguhnya, sehingga maknanya pun bisa salah," tuturnya.