REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) sedang melangsungkan pembahasan 18 topik isu pada Jumat (24/11). Ada tiga kategori pembahasan pada ajang tersebut.
Yakni kategori pertama: Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Waqi'iyyah yang membahas tentang frekuensi publik, investasi dana haji, izin usaha berpotensi mafsadah, melempar jumrah aiyamut tasyriq qablal fajri, dan status anak dan hak anak lahir di luar perkawinan.
Kategori kedua, Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Maudlu'iyyah membahas tentang fikih disabilitas, konsep taqrir jama'i, konsep ilhaqul masail binazhairiha, ujaran kebencian, dan konsep amil dalam negara modern menurut pandangan fiqih, konsep distribusi lahan.
Terakhir, Bahtsul Masail ad-Diniyyah al-Qonuniyyah yang membahas RUU lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren, RUU antiteroris, tata regulasi penggunaan frekuensi, RUU komunikasi publik, RUU KUHP, RUU etika berbangsa dan bernegara, serta regulasi tentang penguasaan lahan.
Wakil Sekretaris Lembaga Bahtusul Masail PBNU Mahbub Maafi mengatakan, dalam forum sidang komisi Bahtsul Masail ad-Diniyah al-Maudluiyah menyepakati ujaran kebencian termasuk kategori perbuatan tercela (akhlaq madzmumah). "Karena itu ia haram dilakukan untuk kepentingan apa pun, termasuk untuk tujuan kebaikan seperti dakwah atau amar maruf nahi munkar," kata Mahbub di Pondok Pesantren Darul Falah, Kecamatan Pagutan, Kota Mataram, NTB, Jumat (24/11).
Menurut kesepakatan ini, amar maruf nahi munkar tidak bisa dilakukan dengan kemunkaran, karena mengajak kebaikan juga harus dilakukan dengan kebaikan. "Oleh karena itu, amar maruf nahi munkar tidak dapat dibenarkan melalui ujaran kebencian yang dalam Islam merupakan bagian dari kemunkaran," kata Mahbub.
Dikatakan Mahbub, ujaran kebencian diharamkan karena menyerang kehormatan pribadi dan golongan yang dilindungi agama (hifdhl-irdh) dan membawa dampak yang serius bagi tata kehidupan sosial masyarakat, seperti permusuhan, pertikaian, dan kebencian antara satu orang dengan orang lain dan antara golongan dengan golongan yang lain. Menurut dia, perpecahan di kalangan golongan masyarakat akan mudah terjadi akibat ujaran kebencian yang menembus batas-batas pertahanan sosial masyarakat.
"Pada gilirannya, harmoni dan kerukunan masyarakat akan mudah terkikis dalam suasana dan iklim kebencian," ucap Mahbub.
Mahbub menambahkan, media sosial telah menjadi sarana yang paling cepat dalam penyebaran ujaran kebencian, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis. Saat ini, konten-konten ujaran kebencian mudah diakses dan tersebar ke seluruh lapisan masyarakat melalui media sosial, baik anak-anak maupun orang dewasa.
"Penyebaran ujaran kebencian di media sosial pun sulit dibendung dan masuk ke dalam jantung kehidupan sosial masyarakat," ucap Mahbub.
Mahbub menyampaikan, keputusan dalam tiap sidang komisi baru akan diresmikan pada Sabtu (25/11) besok dalam sidang pleno menjelang penutupan. Ujaran kebencian merupakan salah satu dari lima pembahasan lain, yakni fiqih penyandang disabilitas, distribusi lahan/aset, konsep amil dalam negara modern menurut pandangan fiqih, konsep taqrir jamaI, dan konsep ilhaqul masail binadhairiha.
Mahbub melanjutkan, Komisi Bahtsul Masail ad-Diniyah al-Maudluiyah lebih fokus pada pembahasan isu-isu tematik-konseptual ketimbang menemukan hukum halal-haram. Rumusannya dipaparkan dalam narasi dekriptif. Untuk pembahasan ujaran kebencian, forum dipimpin oleh Katib Syuriyah PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen.
Ketua Panitia Daerah Munas dan Konbes NU Lalu Winengan menginformasikan, apabila semua sidang komisi di sejumlah ponpes tersebut bisa diselesaikan malam ini, maka sidang plenonya akan dilaksanakan di Ponpes Darul Quran. "Apabila belum, maka sidang plenonya bisa dilakukan keesokkan harinya karena penutupan Munas dan Konbes NU dilakukan Sabtu (25/11) besok di Ponpes Darul Quran, Bengkel, Lombok Barat oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla," kata Winengan.