REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW adalah sosok manusia sempurna: pemimpin umat, penguasa jazirah Arab, bahkan Allah SWT telah menjamin surganya untuknya. Dengan status yang sedemikin tinggi dan terhormat, sesungguhnya apa yang diinginkan Rasulullah, tentu tak sulit untuk dikabulkan, baik oleh Allah SWT maupun umatnya.
Bahkan, dalam sebuah riwayat, Allah SWT pernah menawarkan emas sebanyak butiran pasir di gurun kota Makkah kepada Rasulullah. Nabi Muhammad SAW bisa saja merengkuh segala kesenangan dunia itu; harta, dan kekayaan materi. Namun, Rasulullah adalah sosok teladan yang mulia.
Ia tak pernah silau dengan kenikmatan duniawi. Nabi SAW lebih memilih kehidupan yang sederhana. Hal itu tecermin dari jawaban Rasulullah atas buiran emas yang ditawarkan Sang Khalik kepadanya. ''Tidak, ya Tuhanku, lebih baik aku lapar sehari, dan kenyang sehari. Bila kenyang, aku bersyukur memuji dan memuja-Mu, dan jika lapar aku akan meratap berdoa kepada-Mu.''
Maka tak heran, kehidupan pribadi dan rumah tangga Rasulullah banyak diisi dengan kisah kesederhanaan. Sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim menggambarkan secara jelas sifat zuhud serta kesederhanaan Nabi. Pada suatu hari, sahabat Umar bin Khatthab menemui Rasulullah di kamarnya.
Di sana, Umar melihat Rasul sedang berbaring di atas sebuah tikar kasar, dan hanya berselimutkan kain sarung. Kemudian, terlihatlah guratan tikar yang membekas di tubuh Rasulullah SAW. Umar pun melayangkan pandang ke sekeliling kamar.
Dilihatnya segenggam gandum seberat kira-kira satu sha', daun penyamak kulit, dan sehelai kulit binatang. Menyaksikan kesederhanaan Rasulullah SAW, Umar pun tak kuasa menahan air matanya. ''Apa yang membuatmu menangis, ya putra Khattab?'' ujar Rasulullah bertanya kepada Umar.
Umar pun menjawab, ''Bagaimana aku tak menangis, ya Rasul, di pinggangmu tampak bekas guratan tikar, dan di kamar ini aku tidak melihat apa-apa, selain yang telah aku lihat. Sementara raja Romawi dan Persia bergelimang buah-buahan dan harta, sedang engkau utusan Allah SWT.''
Rasulullah pun bersabda, ''Wahai putra Khattab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka?'' Rasulullah dan keluarganya menerapkan hidup sederhana. Sebagai pemimpin umat, Rasulullah mengajarkan umatnya untuk senantiasa mensyukuri setiap rezeki halal yang dianugerahkan Sang Pencipta.
Saat wafatnya pun, Nabi tidak meninggalkan warisan berupa harta benda. Hanya dua hal yang ia wariskan untuk umatnya, yakni Alquran dan sunah. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah kerap mengingatkan agar umatnya takmenjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup.
Nabi SAW mengumpamakan kehidupan dunia bagaikan berjalan di hari panas, lalu berhenti sejenak sekadar beristirahat, dan tidak lama lagi tempat itu akan ditinggalkan. Jadi, dengan kata lain, Islam adalah agama yang berlandaskan nilai kesederhanaan yang tinggi, seperti dicontohkan Rasulullah tadi.
Dari pengertian ini, sederhana adalah sikap yang mengedepankan kebijaksanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak berlebihan, atau menghamba materi. Dengan itu, seseorang dapat memilah mana yang harus menjadi prioritas, baik perhatian, tenaga maupun harta.
Sebaliknya, jika tidakmemiliki kebijaksanaan, seseorang cenderung mengikuti hawa nafsu yang justru dapat menjerumuskannya dalam kesengsaraan dunia dan akhirat.