Kamis 16 Nov 2017 19:30 WIB

Muslim Jerman Perjuangkan Kurikulum Pendidikan Islam

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Agung Sasongko
Muslim Jerman
Muslim Jerman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Dua federasi Muslim terbesar di Jerman, Dewan Pusat Muslim di Jerman (ZMD) dan Islamrat (dewan Islam), telah gagal dalam usaha mereka agar sekolah- sekolah di negara bagian barat North Rhine-Westphalia (NRW) dapat mengadopsi pelajaran agama Islam.

Pengadilan tinggi administrasi di Mnster menolak tuntutan federasi minggu lalu dengan alasan bahwa mereka tidak memenuhi semua kriteria asosiasi keagamaan sebagaimana didefinisikan oleh konstitusi Jerman, sehingga tidak dapat mengklaim hak istimewa yang sama dengan gereja-gereja Protestan dan Katolik yang ada di jerman.

Pengadilan mengatakan bahwa kedua asosiasi tersebut tidak memiliki otoritas yang diperlukan atas komunitas Muslim Jerman untuk mengklaim status tersebut. Sementara Menteri Pendidikan negara bagian Yvonne Gebauer menyambut baik keputusan tersebut, kedua asosiasi tersebut mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan kekecewaan mereka.

"Kami menyesalkan keputusan tersebut. karena pertama dan terutama, hal itu tidak menawarkan kebutuhan anak-anak Muslim dan prospek yang aman untuk masa depan mereka di sekolah-sekolah di North Rhine-Westphalia. Sekali lagi, sebuah kesempatan penting untuk bersama-sama menciptakan model konstitusional yang stabil selain model dewan NRW, yang akan berakhir pada 2019, telah hilang." kata ZMD.

Pada tahun 2012, NRW memperkenalkan pelajaran Islam sementara di bawah pengawasan negara. Isi dan bentuk program, yang selesai pada tahun 2019, ditentukan oleh dewan delapan orang yang terdiri dari perwakilan berbagai organisasi Islam dan juga Kementerian Pendidikan NRW. Dewan juga menerbitkan sertifikat pengajaran kepada pelamar.

Islamrat mengatakan pengadilan telah melewatkan kesempatan untuk mengirim sinyal penting bagi kaum Muslimin di negara ini dan sebuah langkah penting untuk menyediakan rumah bagi mereka di Jerman. Asosiasi tersebut juga mengkritik apa yang dilihatnya sebagai kegagalan pemerintah negara bagian untuk mendengar penilaian resmi mengenai statusnya, dan menambahkan bahwa pihaknya akan terus bekerja secara konstruktif dalam pendirian permanen kelas agama Islam.

Tapi terlepas dari catatan persetujuan dari anggota partai anti-Islam, Alternatif untuk Jerman (AfD) - suara Muslim liberal juga menyambut keputusan tersebut. Lamya Kaddor, cendekiawan Islam dan salah satu guru pendidikan agama yang disetujui oleh dewan NRW di bawah skema eksperimen, menulis bahwa penghakiman itu benar, meskipun 'kurang dari sudut pandang hukum daripada masalah sosial dan politik.'

Hans Michael Heinig, seorang profesor hukum gereja di Universitas Gttingen, berpendapat bahwa diskusi publik tentang masalah ini berbatasan dengan yang tidak serius.

"Ada banyak politik dan sangat sedikit pemahaman dalam perdebatan ini.Tapi keputusan itu sendiri membuat banyak pertanyaan hukum digantung," katanya.

Keputusan minggu lalu adalah puncak dari pertempuran hukum selama 20 tahun yang tampaknya telah disisihkan oleh solusi program sementara. Namun Heinig berpikir bahwa argumen yang digunakan pengadilan tidak mencakup semua asosiasi Islam.

Jika asosiasi terbesar Jerman, DITIB yang dipimpin Turki, yang sebagian dikendalikan oleh pemerintah Turki, membawa tuntutan serupa, maka pengadilan tidak dapat membuat argumen yang sama. "Tidak diragukan lagi bahwa ia memiliki otoritas yang relevan," ujarnya.

Intinya adalah apakah ZMD dan Islamrat dapat berbicara untuk Muslim Jerman. Kedua asosiasi tersebut bersama-sama hanya mewakili sekitar 45 ribu orang. "Ini hanya tentang anggotanya, gereja Protestan di Jerman hanya bisa berbicara untuk anggota gerejanya dan bukan untuk komunitas Protestan. Dan Gereja Katolik tidak bisa berbicara untuk semua orang yang telah dibaptis." kata Heinig

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement