REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adalah Muhammad bin Munkadir mengomentari kegemaran Umar, saudara kandungnya yang gemar shalat malam. Muhammad mengisahkan jika Umar asyik dengan shalat malamnya yang khusyuk, ia lebih memilih bersama ibunya. Di saat saudaranya larut dalam shalat, Muhammad juga larut dalam memijit-mijit kaki ibunya. "Dan aku tidak ingin kugunakan malamku seperti malamnya," kata Muhammad mengomentari ibadah saudaranya.
Tentu tak ada yang salah dalam kisah ini. Shalat malam adalah ibadah yang amat utama. Tak semua mata bisa bangkit dari tidur di malam nan sepi untuk bermunajat. Shalat tahajud adalah shalat sunah yang utama. Namun di saat yang bersamaan, Muhammad lebih memilih berbakti kepada ibunya. Ada prioritas. Sebab ada ibu disana.
Jika amal akhirat bagi salafus shalih prioritas amalnya setelah berbakti kepada ibu, lalu bagaimana dengan amal dan kerja-kerja dunia? Apakah kejujuran nurani masih tak cukup menggerakkan gerak nyata untuk memuliakan wanita terhormat itu?
Baik, mari kita simak apa perintah Allah SWT, tuhan yang menciptakan diri ini dan ibu kita. Allah SWT berfirman, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya." (QS al Isra' [17]: 23)
Pada ayat lain, Allah SWT berfirman, "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak." (QS an-Nisa [4]: 36). Pada surah al-An'am ayat 151, Allah SWT berfirman, "Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa'."
Mari lihat rangkaiannya. Allah SWT menegaskan amal berbakti kita kepada ibu dan bapak kita selaras dengan perintah yang paling inti dalam agama ini, tauhid. Betapa agung kedudukan berbakti kepada ibu bapak. Berbakti adalah sebuah pekerjaan. Ia adalah tindakan nyata. Tak cukup menggumam membenarkan saja. Harus ada aksi, meski nampak sepele seperti menyapanya lewat sambungan telepon.
Berbakti kepada ibu adalah kerja-kerja langit. Hanya dilakukan oleh mereka yang benar-benar ingin bertemu penguasa langit dengan keadaan yang paling baik. Jadi mari bersama menyongsong langit, dengan menuntaskan darma kita kepada ibu. Tiket utama kita kembali kepada-Nya.
Disarikan dari Dialog Jumat Republika