REPUBLIKA.CO.ID, Khabab bin Al-Arat ra adalah seorang sahabat yang tubuhnya dipenuhi keberkahan. Ini karena berbagai ujian dan penderitaan yang telah ia alami, hanya demi berada di jalan Allah. Ia memeluk Islam ketika baru ada segelintir orang yang menerima Islam. Sehingga cukup lama ia bergelut dengan penderitaan.
Dikisahkan dari buku “Himpunan Fadhilah Amal” karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi Rah.a bahwa Khabab pernah dipakaikan baju besi lalu dibaringkan di bawah terik matahari yang sangat panas, keringat bercucuran dari tubuhnya. Begitu lama ia disiksa di bawah terik matahari, sehingga daging punggungnya mengelupas karena panas.
Ia adalah hamba sahaya milik seorang wanita. Ketika tuannya mengetahui ia sering menjumpai Rasulullah SAW, maka tuannya menghukumnya dengan menusukkan batang besi panas ke kepala Khabab ra.
Pada masa Khalifah Umar bin Khathab ra, beliau meminta Khabab ra menceritakan kembali penderitaannya pada awal memeluk Islam. Khabab berkata, “Lihatlah punggungku ini.” Begitu Umar ra melihat punggungnya, ia berseru, “Belum pernah kulihat punggung seperti ini.” Khabab berkata, “Aku diseret di atas timbunan bara api yang menyala sehingga lemak dan darah yang mengalir dari punggungku memadamkan apinya.”
Setelah Islam jaya dan pintu-pintu kemenangan telah banyak diraih, Khabab ra menangis. Ia takut, jika Allah hanya membalas penderitaan kaum Muslimin di dunia. Ia mengatakan bahwa suatu ketika Nabi SAW shalat lama sekali, tidak seperti biasanya.
Lalu ada seorang sahabat yang bertanya tentang shalatnya itu. Rasulullah SAW mengatakan, bahwa shalatnya saat itu adalah shalat yang penuh harap dan takut. Beliau menjelaskan, “Aku mengajukan tiga permintaan kepada Allah. Dua telah dikabulkan, dan satunya ditolak.”
Para sahabat mendengarkan dengan cemas. Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan perkataanya, “Aku memohon agar umatku tidak dimusnahkan karena kelaparan, doa ini dikabulkan. Kedua, aku meminta agar umatku tidak dikuasai oleh musuh yang akan menghancurkannya sama sekali, dan doa ini pun dikabulkan-Nya. Yang ketiga, aku meminta agar tidak ada pertikaian di antara umatku, tetapi doa ini tidak dikabulkan-Nya.”
Khabab wafat pada usia 37 tahun. Ia adalah sahabat yang pertama kali dikuburkan di Kufah. Setelah wafatnya, Ali bin Abi Thalib ra pernah melewati kuburnya dan berkata, “Semoga Allah merahmati Khabab. Dengan semangatnya, ia telah memeluk Islam, dan ia rela menghabiskan waktunya untuk hijrah, jihad, dan menerima segala penderitaan serta musibah. Penuh berkahlah orang yang selalu mengingat hari Kiamat dan selalu bersiap-siap menerima kitab amalnya pada hari Hisab, dan ia menjalani kehidupan ini dengan menerima apa adanya, dan ia membuat ridha Tuhannya.