Kamis 02 Nov 2017 16:00 WIB

Pentingnya Menyegerakan Berbuat Kebajikan

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Hijrah, ilustrasi
Hijrah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komitmen, keseriusan, aksi nyata, dan doa dalam urusan amal kebajikan ternyata mampu mendatangkan pertolongan Allah SWT.

Ini seperti yang tampak dari kegigihan sahabat Rasulullah SAW, Abu Dzar al-Ghifari. Seperti dikisahkan buku Teladan Perjuangan Sahabat Nabi, ketika itu musim panas sedang melanda Mesir.

Wilayah yang hampir 90 persen terdiri dari padang pasir ini membuat siapa saja yang melintas tidak akan sanggup menahan panas, lapar, dan dahaga.

Namun, atas izin Allah kaum Muslim yang dipimpin Rasulullah mampu bertahan sebelum bertempur dengan pasukan Romawi.

Karena suhu yang tidak bersahabat ditambah perjalanan menuju medan perang masih sangat jauh membuat beberapa rombongan tertinggal jauh dari rombongan Rasulullah.

Mereka yang tertinggal jauh dari rombongan itu karena tunggangannya seperti unta, keledai, dan kuda tidak bisa berjalan lagi akibat kehausan.

Untuk bisa tetap diajak berjalan, terpaksa di antara mereka beristirahat sejenak untuk sekadar menghilangkan rasa lelah pada tunggangannya.

Bahkan, yang fisiknya lemah tidak mampu melanjutkan perjalanan lagi karena sakit dan terpaksa ditinggal rombongan yang masih kuat melanjutkan perjalanan.

"Untuk itu aku ingin istirahat sejenak untuk sekadar meluruskan pinggang yang rasanya mau patah," kata salah satu di antara rombongan sambil melepaskan barang-barang yang dipikulnya.

Melihat banyaknya anggota rombongan yang tertinggal, sejumlah sahabat yang bersama Rasul berseloroh, "Wahai Rasulullah si fulan tertinggal jauh dari kita," ucapnya.

Namun, Rasul menyikapinya dengan bijak dan kepala dingin. Rasul justru meminta mereka tenang dan membiarkan mereka yang tertinggal.  

"Biarkanlah," kata Rasulullah yang terus berjalan sambil menuntun tunggangannya yang juga kelelahan.

Setelah itu, Rasulullah kembali menyatakan, "Seandainya ia berguna, tentu akan disusulkan oleh Allah. Seandainya tidak kalian dibebaskan darinya," kata Rasul sembari merangkul sahabat tersebut, sebagai bentuk motivasi.  

Apa yang disampaikan Rasulullah itu mengandung arti, jika orang yang tertinggal itu memang kelak berguna di medan perang, tentu Allah akan memberinya kekuatan untuk menyusul.

Akan tetapi jika tidak, mereka yang teringgal pastinya akan merepotkan rombongan lain karena harus merawat dan mengurusnya.

Abu Dzar termasuk rombongan yang tertinggal jauh dari rombongan bersama keledai dan barang bawaannya. Saking jauhnya Abu Dzar, teman-temannya hanya melihat Abu Dzar seperti titik hitam berkilat-kilat di tengah lautan pasir yang kering.

"Ya Rasulullah,"

"Iya," jawab Rasulullah

"Ternyata Abu Dzar tertinggal jauh di belakang," kata seorang sahabat kepada Rasulullah.

Meski Abu Dzar terkenal dekat dengan Rasulullah, tetap Rasulullah mengatakan hal yang sama. Inilah teladan Rasulullah yang tidak pernah membeda-bedakan kepada setiap umatnya.

Sementara keadaan Abu Dzar sudah parah. Keledainya benar-benar tidak lagi bisa berjalan karena kelelahan akibat kurang cairan di tubuhnya. Sudah beratus-ratus kilo kuda itu tidak mendapatkan minum selama perjalanan menuju medan perang.

"Celaka, dia (keledai) kehausan sama seperti aku," desis Abu Dzar sambil di dalam hatinya meminta agar Allah memberikan kekuatan kepada dirinya dan tunggangannya.

"Ya Allah aku benar-benar ingin menyusul Rasulullah berjihad membela agama-Mu."

Pantang menyerah

Setelah melihat keadaan keledai tidak mungkin lagi bisa dituggangi, akhirnya Abu Dzar dengan kondisi kepayahan turun dari punggung keledai. Ia turunkan barang bawaan.

Abu Dzar memindahkan barang bawaan yang dibawa keledai dan dipindahkan ke punggunggnya, lalu melanjutkan perjalanan menyusul Rasulullah sambil menuntun keledai.

Abu Dzar masih mampu melanjutkan perjalanan meski terseok-seok menahan rasa haus. Namun, keledai yang dituntunnya tidak kuat dan akhirnya mati.

Setelah meninggalkan keledainya, kini Abu Dzar berjalan agak cepat demi mengejar ketertinggalan. "Kuatkan aku, Ya Allah," pinta Abu Dzar dalam hatinya. Setiap langkah hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menghilangkan rasa hausnya.

Menjelang masuk pagi, rombongan kaum Muslimin yang terus berjalan bersama Rasulullah memutuskan bersitirahat.

Masing-masing di antara mereka menurunkan barang bawaannya untuk segera mendirikan kemah.

Di tengah-tengah kesibukan para sahabat mendirikan tenda, di antara mereka ada yang melihat titik hitam bergerak-gerak menuju perkemahan.

"Ya Rasulullah ada seseorang yang berjalan sendiri ke arah kita," katanya.

"Kita tunggu mudah-mudahan ia Abu Dzar," ujar Nabi.

Di tengah penantian itu kaum Muslimin harap-harap cemas siapa orang yang menuju ke kemah itu. Apakah dari pihak Muslimin atau mata-mata musuh?

Lantaran jarak si fulan tersebut masih jauh, semuanya belum bisa mengetahuinya. Lambat laun titik hitam itu berwujud dan langsung bisa dikenali bahwa yang datang adalah Abu Dzar.

"Wahai Rasullah, demi Allah, ia itu benar-benar Abu Dzar," seru seorang sahabat dengan gembira, termasuk Rasulullah yang ikut bersukacita.

Meski badannya lelah, muka Abu Dzar terlihat ceria. Ia bahagia bisa menyusul kaum Muslim melalui perjuangan yang sangat berat.

Setelah sampai pada kemah, Rasulullah memandangi Abu Dzar dan berdoa. "Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar," katanya yang diamini Muslimin yang lain.

Rasulullah mengkahiri doanya dengan kata-kata bernada syair. "Ia berjalan sebatang kara, meninggal sebatang kara dan kelak akan dibangkitkan sebatang kara".

 

Dari kisah di atas kita, umat Muslim, bisa mengambil teladan dari keseriusan Abu Dzar yang benar-benar ingin mendapatkan keridhaan Allah SWT.

Untuk mendapatkan ridha Allah saat ini tidak mesti berperang yang menimbulkan banyak kerugian dan korban dari kedua belah pihak.

Perjuangan membela agama Allah saat ini banyak ragamnya yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi kita dalam masyarakat.

Karena hanya dengan keseriusanlah yang dapat membawa seorang hamba pada tingkat yang paling mulia.

Penegasan ini seperti yang tertuang dalam surat al-Baqarah ayat ke-148. "Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Dalam ayat ini Allah memerintahkan fastabiqul khairaat (bersegeralah dalam berbuat baik).

Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadh as-Shalihin, menulis bab khusus tentang pentingnya menyegerakan dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Ia menulis bab dengan tajuk "Bab Mubadarah ila al-khairaat wa hatstsu man tawajjaha likhairin 'alal iqbaali 'alaihi bi al-jiddi min ghairi taraddud". Yang artinya kurang lebih, "Bersegera dalam Melakukan Kebaikan, dan Dorongan bagi Orang-orang yang Ingin Berbuat Baik agar Segera Melakukannya dengan Penuh Kesungguhan tanpa Ragu Sedikitpun"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement