REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Pendidikan Islam dari UIN Syariaf Hidayatullah, Jejen Musfah, mengatakan, bahwa Kementerian Agama harus memperluas penyeleksian terhadap buku-buku Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diajarkan di madrasah maupun di sekolah. Hal ini disampaikan seiring dengan banyaknya kesalahan penulisan ayat suci Alquran dan hadis dalam buku PAI.
"Apa yang sudah dilakukan Kementerian Agama penyeleksian (buku-buku PAI) itu harus diperluas. Jadi, jangkauannya harus diperluas," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad (29/10).
Selain itu, menurut dia, Kemenag di tingkat Kabupaten/Kota juga harus memastikan bahwa sekolah atau madrasah yang ada selama ini memang telah menggunakan buku-buku yang direkomendasikan. "Nah ketika ada sekolah atau madrasah yang tidak menggunakan buku yang tidak direkomenadsikan, maka harus ada pembinaan sifatnya," ucapnya.
Dia mengakui, bahwa untuk mengontrol seluruh buku PAI tidak mudah dilakukan. Ia mengaku juga pernah menjadi tim penilai buku-buku yang akan diajarkan di madrasah atau sekolah. Mungkin saja, kata dia, buku-buku tersebut sudah layak diterbitkan.
Namun, Kemenag dan Kemendikbud tidak cukup hanya menyeleksi buku-buku yang lolos begitu saja. Karena, banyak juga buku-buku yang diajarkan sesuai dengan ideologi masing-masing madrasah atau sekolah.
"Sekarang, mungkin saja buku-buku yang melalui seleksi kementerian itu aman. Persoalannya, tidak ada jaminan bahwa madrasah dan sekolah itu telah memakai buku yang direkomendasikan oleh kementerian," kata Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan Islam FITK UIN Jakarta ini.
Sebelumnya, Kapuslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajamenen Organisasi dari Kemenag Choirul Fuad Yusuf menyatakan, bahwa pada 2014 pihaknya telah melakukan penilaian atau tadqiq terhadap sekitar 60 buku yang sudah diabsahkan, dilegitimasi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Menurut dia, di Kemendikbud ada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang salah satunya bertugas melakukan penilaian terhadap buku pendidikan agama. Ada sekitar 200 buku yang dinyatakan boleh digunakan sampai tahun 2025. "Kami menilai sebagian kecil saja, hanya separuh sekitar 60 buku, ternyata 50 persen lebih buku dalam penulisan ayat Alquran, hadis dan terjemahannya salah," ujarnya.