REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adalah Jabir RA yang mengisahkan riwayat ini dalam pertempuran Dzaatur riqa. Kisah yang termaktub dalam Shahih Muslim ini menceritakan saat pertempuran Kaum Muslimin bertemu dengan pohon yang amat rindang. Mereka pun berteduh di bawahnya. Rasulullah SAW lantas beristirahat sejenak dan menggantungkan pedangnya di dahan.
Tiba-tiba seorang lelaki musyrik datang. Ia mengambil pedang Nabi SAW kemudian menghunuskan di depan manusia mulia itu. Tak ada mimik takut di wajah Rasulullah. Beliau amat tenang seperti tak terjadi apa-apa. Lelaki itu pun bertanya, "Apakah engkau takut kepadaku?" Beliau SAW menjawab,"Tidak."
"Lalu, siapakah yang akan menjagamu dariku?" tanya sang lelaki sembari tetap menghunuskan pedangnya. Nabi SAW dengan sangat tenang menjawab, "Allah yang akan menjagaku darimu." Lelaki itu pun menyarungkan kembali pedang Rasulullah dan meletakkan pada tempatnya semula.
Tidak ada yang ditakuti orang beriman selain Allah SWT. Tidak ada yang merisaukan seorang Mukmin kecuali urusannya kepada Allah SWT. Orang beriman meletakkan takut pada tempatnya.
Orang beriman diliputi sayap-sayap takut (khauf), harap (raja'), dan cinta (mahabbah). Masing-masing sayap memperkuat iman dan kepada Sang Pencipta. Takut bukan ciri khas orang yang lemah. Takut justru menjadi sebab seseorang memperoleh kekuatan.
Orang yang takut di hadapan manusia maka akan lemah di hadapan orang lain. Orang yang menggigil takut saat bertemu seseorang maka akan dihinakan di hadapan orang tersebut. Namun, jika ia memosisikan takut pada tempatnya, tak ada lagi sesuatu pun yang membuatnya takut di dunia ini. Semakin ia takut, semakin ia berani.
Tak ada gertakan yang mampu menyiutkan nyalinya selain ancaman azab dari Allah SWT. Tidak ada tantangan yang memundurkan langkahnya selain tantangan dari Allah SWT. Ketakutannya, ia letakkan pada puncak ketakutan. Jika ia sudah mencapai puncak, tak ada lagi sisa-sisa ketakutan di dunia. "Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku." (QS al-Maidah: 44).
Disarikan dari Dialog Jumat Republika