REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bagi mereka yang pernah menyandang status sebagai santri, pengalaman hidup di pesantren menjadi satu kenangan yang tak terlupakan. Begitu banyak ilmu yang mereka peroleh di lembaga pendidikan tersebut. Tidak jarang, di antara para santri itu meraih kesuksesan di kemudian hari. Mereka memetik apa yang selama ini mereka tanam di pesantren. Ahmad Fuadi adalah salah satu contohnya.
Penulis yang terkenal lewat karya novel Negeri 5 Menara itu mengaku menyimpan banyak sekali kenangan tentang masa-masa ia masih menjadi santri Pon dok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, 29 tahun silam. Bagi dia, itu adalah fase paling berharga dalam proses pendidikannya seumur hidup. "Sampai sekarang, saya terus me rindukan indahnya kehidupan di pe san tren," ujar Fuadi belum lama ini.
Dia menuturkan, selama berada di Pondok Modern Darussalam Gontor dari 1988–1992, ia tidak hanya memperoleh asupan ilmu pengetahuan semata dari guru-gurunya. Di sana ia juga diajarkan ilmu tentang cara-cara menjalani kehidupan dengan benar. Tak hanya itu, ia dan kawan-kawan santrinya yang lain juga dibekali dengan ilmu untuk "hidup setelah hidup", yaitu ilmu akhirat.
"Bekal itu ditanamkan dengan sangat inspiratif oleh para guru dan kiai kami di Gontor. Mereka tidak sekadar berkhutbah dan menyuruh santri, tapi memberikan contoh langsung kepada kami lewat amal perbuatan. Jadi, mereka itu betul-betul menjadi suri teladan bagi para santri," ucap Fuadi.
Dia mengatakan, ada beberapa bekal yang diberikan guru-guru di Gontor kepada para santri. Bekal pertama adalah pendidikan akhlak dan budi luhur. Yang kedua adalah kebiasaan untuk menjaga fisik tetap sehat. Selanjutnya, barulah bekal ilmu pengetahuan yang luas. "Setelah budi luhur, fisik yang sehat, dan pengetahuan yang luas, kami juga dibekali dengan semangat pemikiran yang bebas. Dengan begitu, santri-santri di sana tidak gampang dijajah pemikirannya oleh siapa pun," ungkap Fuadi.
Menurut lelaki berdarah Minangkabau itu, satu hal yang paling menarik dari Gontor adalah warna multikultural yang melekat pada lembaga pendidikan Islam tersebut. Di Gontor, kata dia, para santri punya latar belakang budaya yang sangat beragam. Sebab, mereka datang dari semua penjuru Indonesia. Ada juga santri yang berasal dari mancanegara, seperti Singapura, Malaysia, Australia, Rusia, Amerika, bahkan Afrika.
"Saya mengenal Indonesia dari Sa bang sampai Merauke itu ketika berada di Gontor. Saya merasakan pengalaman men jadi warga dunia pun juga saat di Gontor, karena di sana ada banyak sekali santri dari negara-negara asing," tutur Fuadi