Ahad 01 Oct 2017 11:38 WIB

Masjid 'Tua' Muhammadan Gunakan Lapisan Putih Telur

Masyarakat Muslim keturunan India merayakan acara serak gulo atau tebar gula pasir dalam rangka menyambut Maulid Sahul Hamid di depan Masjid Muhammadan di Pasar Batipuh, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/3).
Foto: Republika/Umi Nur Fadhilah
Masyarakat Muslim keturunan India merayakan acara serak gulo atau tebar gula pasir dalam rangka menyambut Maulid Sahul Hamid di depan Masjid Muhammadan di Pasar Batipuh, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, Sabtu (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, Berkunjung ke kawasan kota Tua Padang rasanya belum lengkap jika tidak mampir dan beribadah ke Masjid Muhammadan. Mesjid yang berlokasi di Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat ini, merupakan salah satu mesjid yang tertua di Kota Padang.

Saat menginjakan kaki di Masjid Muhammadan ini, masyarakat pasti akan terkagum-kagum. Ini karena, desain yang cukup bagus dengan ornamen masjid yang dihiasi warna putih dengan garis-garis hijau yang mendominasi.

Di bagian dalam, tidak terlihat mimbar seperti lazimnya masjid-masjid yang ada di Padang. Hanya ada jendela yang berbentuk seperti mimbar dan ditutupi kain hijau berlambang bulan dan bintang.

Masjid ini memiliki denah berukuran lebar 15 meter dan panjang 25 meter, yang bangunannya terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar merupakan tempat salat, sementara lantai dua dan tiga merupakan tempat istirahat yang juga digunakan untuk beberapa keperluan lain seperti memasak.

Namun keunikan Mesjid yang awalnya dibangun oleh tiga orang Muslim dari India ini, terletak pada proses pembangunannya yang menggunakan lapisan putih telur sebagai pengganti Semen. “Umur mesjid ini sekitar 300 tahun, Ini bisa dibilang sebagai mesjid pertama di Kota Padang, sejalan dengan Mesjid Raya Ganting,” ungkap Haji Mustafa yang merupakan salah satu tokoh masyarakat.

Lebih lanjut Pak Haji (biasa masyarakat memanggilnya) bercerita sejarah awal mesjid tersebut. Menurut cerita orang tua-tua yang ditanyanya, mesjid ini dibangun awalnya oleh tiga orang dari India yang tinggal menetap selama empat bulan.

“Awalnya mereka menetap dan seiring berjalan waktu, mereka mulai mengajar mengaji di sini, dan akhirnya banyak yang datang untuk ikut belajar. Selain itu mereka juga berdagang” ujarnya.

Saat membangun masjid, para saudagar India tersebut bergantian membawa bahan dari India untuk membagun masjid tersebut, “Bahan putih telurnya dari India, karena untuk Semen di jaman dulu susah mencarinya. Jadi putih telur tersebut di campur dengan kapur,” jelasnya.

Meskipun dibangun dengan putih telur, namun mesjid yang memiliki ciri khas arsitektur bangunan-bangunan di India bagian selatan ini tetap kokoh. Buktinya saat gempa hebat di tahun 2009, mesjid ini hanya mengalami retak-retak kecil.

Sejak berdiri, masjid ini tidak pernah sepi dari jamaah yang berkunjung, terlebih saat bulan suci Ramadan. “Jika hari-hari biasa, jamaah yang datang dari berbagai daerah di Sumatera Barat, sesekali dari luar provinsi. Saat ini saja ada tiga romobongan dari India,” ungkapnya.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement