REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah survei terhadap warga Muslim di 15 negara Uni Eropa merilis laporan bahwa sebagian besar Muslim bersedia untuk merangkul non-Muslim dalam kehidupan sehari-hari. Namun kenyataannya di tempat tinggalnya di Eropa, warga Muslim ini justru sering merasa ditolak oleh mayoritas populasi di sana.
Dilansir Al Arabiya, Kamis (21/9), temuan oleh European Union Agency for Fundamental Rights mencerminkan pandangan dari 10.527 imigran Muslim dan anak-anak imigran yang diwawancarai antara bulan Oktober 2015 hingga Juli 2016. Sembilan dari 10 orang yang disurvei melaporkan memiliki teman non-Muslim. Sebanyak 92 persen mengatakan bahwa mereka cenderung merasa nyaman dengan tetangga dengan latar belakang agama yang berbeda.
Akan tetapi, lebih dari setengah responden (53 persen) mengatakan, mereka merasa didiskriminasikan saat mereka mencari perumahan karena nama mereka. Di lapangan kerja, 35 persen wanita yang sedang mencari pekerjaan merasa didiskriminasikan karena pakaian mereka, dibandingkan dengan empat persen untuk pria.
Orang-orang yang disurvei berusia di atas 16 tahun dan telah tinggal setidaknya satu tahun di Austria, Belgia, Siprus, Jerman, Denmark, Yunani, Spanyol, Finlandia, Prancis, Italia, Malta, Belanda, Swedia, Slovenia, dan Inggris. Selain itu hampir setengah dari responden tidak menemukan perkawinan antaragama yang tidak pantas.
Survei itu pun melaporkan, 48 persen responden akan merasa "sangat nyaman" dengan seorang anggota keluarga yang menikahi seorang non-Muslim. Sementara, 17 persen mengatakan, mereka akan merasa tidak nyaman dalam situasi tersebut.