REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof Musa bin Fathullah Harun dalam bukunya, Perjalanan Rabbani, engungkapkan, untuk mengatasi gangguan di dalam shalat, para ahli ibadah memejamkan penglihatan. Mereka shalat di tempat yang gelap, tidak membiarkan sesuatu boleh menyibukkan perasaannya berada di hadapannya.
Mereka pun shalat di dekat dinding agar jarak penglihatannya tidak terlalu luas. Mereka menghindari shalat di tepi jalan atau shalat di tempat yang penuh perhiasan. Permadani yang berwarna-warni atau dipenuhi dengan lukisan pun dihindari mereka. Para ahli ibadah, menurut dia, ahli ibadah me nunaikan shalat di ruangan yang kecil atau sempit.
Adapun sebab-sebab batin yang datang dari dalam diri memang lebih sulit mengatasinya. Untuk menundukkan atau memejamkan pandangan pun tidak lagi berguna. Apa yang telah bersemayam di dalam hati sebelumnya sudah menyibukkannya.
Menurut Prof Musa, cara mengatasinya adalah dengan menarik jiwa secara paksa untuk memahami apa yang dibaca dalam shalat. Dia pun disibukkan untuk memaknai bacaan tersebut sehingga melupakan yang lain.
Tak hanya itu, ingatan kepada akhirat menjelang takbiratul ihram bisa membuatnya tampil lebih khusyuk. Dia pun dapat bermunajat kepada Allah SWT Yang Maha Melihat dan mengosongkan hati dari perkara lain untuk kemudian mengucap takbir pertama. Wallahu a'lam.