Selasa 12 Sep 2017 15:19 WIB

Pedoman Dakwah Sangat Dibutuhkan Indonesia yang Majemuk

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru saja mengesahkan dan menerbitkan pedoman dakwah untuk para pelaku dakwah di seluruh Indonesia. Menurut pandangan Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Cholil Nafis, dakwah menjadi ujung tombak dari citra Islam. 

"Dakwah yang efektif membutuhkan panduan sebagai penentu arah untuk mencapai tujuan," kata KH Cholil kepada Republika.co.id, Selasa (12/9). 

Kiai Cholil mengatakan, Indonesia yang terdiri dari berbagai agama dan paham ke-Islaman dibutuhkan pedoman dakwah dalam mengayomi dan melindungi umat dari aqidah dan paham yang sesat (himayatul ummah). Pedoman dakwah juga berguna untuk membangun persatuan umat (tauhidul umma).

Juga untuk menyatukan kerangka pemahaman agama Ahlussunah wal jemaah (taswiyatul afkar), dan membangun sinergi gerakan (tansiqul harakah) dalam bingkai Islam wasathi. Maka, dalam rangka mengefektifkan peran dakwah sesuai dengan tujuan utamanya. MUI menganggap penetapan dan penerbitan pedoman dakwah untuk acuan para da''i sangat penting.

"Tujuan utamanya (dakwah) adalah mengajak masyarakat untuk bertauhid kepada Allah SWT, menjalankan syariah agama dan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat," jelasnya.

Menurutnya, kerangka dakwah yang efektif harus meliputi kompetensi da'i, metode yang digunakan untuk mengajak umat dan media yang digunakan harus sesuai dengan dinamika masyarakat. Serta materi yang sesuai dengan kebutuhan umat (mad'u). 

Dalam pedoman dakwah yang disahkan oleh MUI pada September 2017 memuat beberapa ketentuan. Pertama, menetapkan kriteria dan kompetensi pelaku dakwah. Kedua, menetapkan konten dakwah Islam yang berwawasan wasathiyah (moderat) dalam bingkai Ahlussunnah wal Jamaah.

Ketiga, menetapkan model dan metode dakwah yang aktual, dinamis dan bertanggungjawab. Keempat, menetapkan adanya Dewan Etik Dakwah Nasional yang mengarahkan konten, dan mengawasi perilaku para dai dan lembaga penyiaran dakwah. Agar sesuai dan senafas dengan wawasan dakwah wasathiyah, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement