REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasuh Al-Matraki juga dikenal sebagai seorang kesatria yang gemar menggunakan topeng dan ahli bermain pedang. Itulah mengapa dia dijuluki "Al-Silahi". Ia pun mengajarkan kemampuannya dalam memainkan senjata di Sekolah Enderun.
Kemampuannya memainkan senjata membuat Sultan Sulaiman al-Qanuni terpikat. Dalam sebuah acara perayaan khitanan putra sang Sultan, Al-Matraki dan para muridnya mendemonstrasikan kemampuannya dalam seni menggunakan dan membuat persenjataan. Sultan Sulaiman berdecak kagum dengan kehebatan Matraki. Ia lalu menganugerahinya gelar kehormatan.
Menyusul keberhasilannya dalam acara perayaan khitanan putra Sultan Sulaeman al-Qanuni itu, pada tahun 1529 Matraki juga mampu merampungkan sebuah buku bertajuk Tuhfat Al-Ghuzat. Kitab yang berisi lima bab itu mengupas dan membahas tentang seni menggunakan dan membuat persenjataan. Dalam buku yang dilengkapi dengan ilustrasi itu, al-Matraki memaparkan cara-cara membuat dan menggunakan panah, pedang, serta tongkat.
Ia pun memberi informasi seputar taktik-taktik militer dan kesatria. Al-Matruki juga memaparkan permainan-permainan perang, pendidikan militer, hingga cara menunggang kuda bagi pasukan kavaleri. Ia juga mengupas tentang taktik berperang bagi pasukan infanteri. Dalam buku yang ditulisnya itu, dia juga membuat ilustrasi tentang cara membuat benteng pertahanan bergerak.
Pamornya sebagai seorang ilmuwan sekaligus kesatria makin kinclong setelah berhasil menciptakan permainan bernama "Matrak". Dalam bahasa Turki, Matrak berarti "mengagumkan". Hingga kini, Matrak dikenal sebagai permainan orang Turki. Permainan ini dimainkan dengan menggunakan tongkat yang biasa disebut cudgel atau rapier. Tongkat yang digunakan untuk permainan ini ditutup dengan ledder, sepintas mirip tiang pancang boling.
Bagian atas tongkat yang digunakan berbentuk bulat dan sedikit lebih lebar dibandingkan badan tongkat. Permainan yang diciptakan Matraki itu menyerupai pertempuran animasi. Permainan itu dimainkan di atas rumput. Matraki menciptakan permainan itu sebagai sarana untuk latihan perang. Kemampuannya dalam membuat permainan peperangan itu diperolehnya saat belajar di Mesir pada era kepemimpinan Gubernur Hayr Bey.