Rabu 06 Sep 2017 18:30 WIB

Diplomasi Maritim dan Dakwah Islam di Cina

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Muslim Cina
Foto: Reuters
Muslim Cina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pecahnya pemberontakan An- Shi (755-763) mulai melemahkan wangsa tersebut. Kudeta ini dipimpin Jenderal An Lushan yang mendaulat dirinya sebagai kaisar baru di Cina utara. Pada masa itu, peradaban Islam direpresentasikan Dinasti Abbasiyah.

Atas permintaan Kaisar Zongyun, Dinasti Abbasiyah membantu memadamkan pemberontakan An-Shi hingga tuntas. Sejumlah barak militer Abbasiyah berdiri sebagai hunian bagi tentara Muslim selama bertugas di wilayah Tang. Mereka kemudian banyak berinteraksi dengan penduduk lokal.

Akhirnya, orang-orang Cina, khususnya di wilayah barat laut, mulai mengenal Islam. Orang tempatan menyebut kaum Muslim sebagai Zhu Tang, yang berarti literal 'orang asing yang tinggal.' Kebanyakan mereka berkebangsaan Arab atau Persia serta berprofesi sebagai pedagang, diplomat, atau tentara. Mayoritasnya menetap di kota-kota. Cukup banyak pula di antara mereka yang belakangan menikah dengan orang Cina setempat. Keturunannya lalu disebut Fan Ke.

Namun, dakwah Islam lebih banyak tersebar melalui diplomasi maritim. Jauh sebelum Rasulullah SAW lahir, para pelaut Arab telah memiliki kontak bisnis dengan orang Cina. Mereka berlayar mengarungi Samudra Hindia, Selat Malaka, dan akhir nya sampai di pesisir Laut Cina Se latan, antara lain kota pelabuhan Guangzhou.

Satu contoh signifikansi jalur laut adalah keberadaan masjid tertua di Cina, Masjid Huaisheng, di Guangzhou. Bangunan bersejarah itu didirikan sahabat Rasulullah SAW, Sa'ad bin Abi Waqqas.

Kisah kedatangan Sa'ad ke Cina bermula dari keberhasilan pasukan Muslim menaklukkan Persia di era Khalifah Utsman bin Affan. Kaisar Persia saat itu, Yazdegerd III (632-651), melarikan diri dari singgasananya saat pasukan Muslim sudah menggempur Ibu kota Persia. Dia lantas meminta perlindungan kepada antara lain Kaisar Tai Tsung.

Awalnya, penguasa Dinasti Tang itu tidak menggubrisnya karena enggan berhadapan dengan pasukan Muslim yang terkenal militan. Kaisar berikutnya, Yong Hui, ternyata bervisi ambisius, yakni ingin melebarkan kekuasaan ke arah barat. Namun, upaya militer Yong Hui kemudian gagal. Bahkan, pasukan Muslim di bawah komando Ahnaf bin Kais at-Tamimi berhasil membunuh Yazdegerd III di tepi Sungai Oxus.

Sebagai bentuk protes, Khalifah Utsman mengirim utusan ke ibu kota pemerintahan Dinasti Tang di Chang'an (kini ko ta Xi'an, Provinsi Shaanxi). Utusan itu di pimpin Sa'ad bin Abi Waqqas, yang sebelumnya juga terlibat dalam penaklukan Persia.

Kapal-kapal layar mereka tiba di Guangzhou pada 616. Penguasa Dinasti Tang saat itu, Kaisar Kao-tsung, mene rima kedatangan Sa'ad sebagai tamu keraja an. Setelah kesepakatan tercapai, kaisar itu mengizinkan Sa'ad untuk tinggal dan bahkan boleh menyebarkan Islam di Guang zhou. Dakwah pun berlangsung kira-kira 18 tahun lamanya hingga wafatnya dalam usia 80 tahun.

Beberapa sumber menyebutkan, jasad Sa'ad dikebumikan di sekitar kompleks Masjid Huaisheng. Selain Masjid Huaisheng, beberapa rumah ibadah Muslim juga dibangun dalam era dinasti-dinasti klasik. Sebut saja Masjid Qingjing di Quanzhou dan Masjid Xianhe di Yangzhou. Keduanya termasuk wilayah kekuasaan Dinasti Song. Ada pula Masjid Fenghuang di Hang zhou yang dibangun dalam masa Dinasti Yuan.

Pemerintah setempat menggolongkannya sebagai bangunan cagar budaya. Bangsa Hui banyak yang memeluk Islam, sampai-sampai mereka dianggap representasi Muslim Cina. Sampai hari ini, Hui merupakan suku bangsa di Cina yang maDyoritasnya menganut Islam. Menurut sen sus tahun 2011, sekitar 10,5 juta orang Hui tinggal di negara komunis tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement