REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Catatan tertua mengenai kehadiran Muslim di Benua Amerika diperkirakan berasal dari periode antara 700 dan 800 Masehi. Hal itu seperti diungkapkan oleh sarjana dari Universitas Harvard, Barry Fell, dalam bukunya, Saga America (1980).
Lewat buku tersebut, dia memberi bukti ilmiah yang kuat bahwa umat Islam dari Afrika Utara dan Barat sudah tiba di Amerika berabad-abad sebelum ekspedisi Christopher Columbus.
Menurut Fell, ada sejumlah peninggalan arkeologis yang menguatkan teori tersebut. Di wilayah barat AS yang gersang, ia menemukan ukiran pada batu yang memuat teks, diagram, dan grafik berhuruf Arab.
Sisa-sisa fragmen tersebut, menurutnya, menjadi bukti bahwa umat Islam sudah lebih dulu mendarat di Amerika jauh sebelum bangsa Eropa menginjakkan kakinya di benua itu.
Barry Fell juga menyebutkan beberapa nama di kalangan penduduk Indian Amerika yang memiliki akar kata dari bahasa Arab. Di antaranya, Medina di Idaho, Hazen di North Dakota, Mahomet di Illinois, Arva di Ontario (Kanada), dan masih banyak lagi.
Di samping itu, ada pula sejumlah nama suku Indian yang berasal dari bahasa Arab. Sebut saja suku Makkah di Washington, Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin, Cherokee, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Zulu, Zuni, dan lain-lain.
“Setidaknya, ada 484 nama desa, kota, gunung, danau, dan sungai di AS yang berakar dari Islam dan Arab,” ungkap Richard Brent Turner dalam buku Islam in the African-American Experience.
Sementara, pakar sejarah dan geografi Muslim, Abu al-Hassan Ali bin al-Hussein al-Masudi (871-957), mencatat adanya kontak antara umat Islam dan penduduk asli Amerika pada abad ke-10. Hal itu diungkapkannya lewat kitab Muruuj adz-Dzahab wa Ma'adan al-Jawhar (Ladang Emas dan Tambang Permata).
Dalam buku tersebut, al-Masudi menyebutkan bahwa semasa pemerintahan Emir Cordoba, Abdullah bin Muhammad (888-912), navigator Muslim bernama Khashkhash bin Said bin Aswad memulai pelayarannya dari Delba (Palos), Spanyol, pada 889. Setelah menyeberangi lautan Atlantik, sang pelaut mencapai wilayah daratan yang tidak dikenal (Benua Amerika sekarang), kemudian kembali lagi ke Spanyol dengan membawa harta yang melimpah.
Sejarawan Muslim lainnya, Abu Bakar Ibnu Umar al-Gutiyya, menyebutkan, semasa pemerintahan Khalifah Cordoba, Hisyam II (976-1009 M), seorang pelaut Muslim dari Granada bernama Ibnu Farrukh berlayar dari Kadesh pada Februari 999.
Setelah mengarungi Samudra Atlantik, penjelajah itu mendarat di Gando di Kepulauan Canary dan mengunjungi Raja Guanariga. Setelah itu, dia melanjutkan pelayarannya ke arah barat dan menjumpai dua pulau yang kemudian dinamainya dengan Capraria dan Pluitana. Ibnu Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999.