Selasa 29 Aug 2017 16:45 WIB

Indian Muslim di Amerika

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Suku Indian penduduk asli Benua Amerika
Foto: wikipedia
Suku Indian penduduk asli Benua Amerika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada November 2014, Recep Tayyip Erdogan sempat mengeluarkan pernyataan yang cukup kontroversial. Dia mengklaim bahwa Benua Amerika ditemukan oleh para pelaut Muslim pada abad ke-12.

Pernyataan mantan presiden Turki itu cukup mengundang perdebatan. Pasalnya, selama ini orang-orang mengira penemu Benua Amerika adalah penjelajah Kristen asal Spanyol, Christopher Columbus, pada pengujung abad ke-15.

Informasi yang disampaikan oleh Erdogan tersebut sebenarnya bukanlah berita yang baru. Sekira 19 tahun yang lalu, hal serupa juga pernah disampaikan Mahir Abdal-Razzaaq El, seorang Muslim dari suku Indian Cherokee Blackfoot di New York, AS. Di kalangan kaumnya, Mahir dikenal sebagai pemilik gelar Eagle Sun Walker (Elang Penapak Matahari).

Menurut Mahir, saat ini ada sejumlah Muslim yang hidup di dalam kelompok sukunya. Sayangnya, sebagian besar masyarakat Amerika justru mengabaikan fakta tersebut. Bahkan, mereka tidak menyadari adanya kontak antara orang-orang Indian dan umat Islam pada masa lampau.

“Hubungan antara Indian dan Islam sudah dimulai oleh para penjelajah Muslim awal yang mengunjungi daratan Amerika, lebih dari seribu tahun yang lalu. Beberapa di antara pendatang Muslim itu bahkan akhirnya hidup bersama nenek moyang kami, penduduk asli Amerika,” tutur Mahir lewat sebuah artikel yang dipublikasikan oleh majalah The Message pada 1996.

Dia menuturkan, ada banyak dokumen, naskah perjanjian, undang-undang, dan resolusi yang disahkan antara abad ke-17 dan ke-18 yang menunjukkan berbagai macam aktivitas komunitas Muslim Indian.

Seperti, Perjanjian Persahabatan yang ditandatangani di Sungai Delaware pada 1787, misalnya. Kesepakatan antara Abdel-Khak dan Muhammad Ibnu Abdullah tersebut menjelaskan hak-hak masyarakat Indian di bidang perdagangan, pelayaran maritim, dan pemerintahan--yang pada waktu itu sejalan dengan Islam.

“Sayangnya, informasi semacam ini sangat jarang diketahui orang banyak karena tidak pernah disebutkan dalam buku-buku sejarah,” ujar Mahir.

Menurutnya, banyak istilah yang digunakan oleh komunitas Indian yang dipengaruhi oleh kata-kata dari bahasa Arab, Persia, dan Ibrani. Bahkan, aturan berbusana yang melekat pada orang-orang Indian pada masa lampau, terutama suku Cherokee, juga banyak mendapat sentuhan nilai-nilai Islami.

“Jika Anda membuka salah satu buku tua yang berisi tentang pakaian tradisional masyarakat Cherokee sampai pada 1832, Anda akan melihat kaum pria mengenakan serban sedangkan kaum perempuannya memakai penutup kepala yang panjang,” tuturnya.

Tidak hanya itu, kata Mahir lagi, pemimpin Cherokee terakhir yang hidup pada abad ke-19 juga memiliki nama Muslim, yaitu Ramadhan Ibnu Wati. Namun, pengaruh Islam yang pernah tumbuh di kalangan masyarakat Indian tersebut kini seakan-akan punah. Hari ini, tanah leluhur mereka, Benua Amerika, hampir seluruhnya diwarnai oleh peradaban Barat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement