Rabu 16 Aug 2017 23:00 WIB

Gemar Berwakaf

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
wakaf warisan/ilustrasi
Foto: TWI
wakaf warisan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Para sahabat Nabi SAW gemar membudayakan wakaf. Abu Thalhah mewakaf kan kebun kurmanya. Abu Bakar ash- Shiddiq juga mewakafkan tanah miliknya yang di atasnya berdiri rumah penginapan bagi keluarganya bila berkunjung ke Makkah. Seperti Umar bin Khattab, Utsman bin Affan juga mewakafkan tanahnya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib memilih mewakafkan tanahnya daripada menyimpannya sebagai aset yang stagnan.

Mu'adz bin Jabal mewakafkan rumah ke sayangannya, Darul Anshar, untuk kepentingan sosial umat Islam. Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam, dan istri Rasulullah SAW `Aisyah juga berturut-turut mewakafkan hartanya.

Wakaf masih menjadi tren sosial di masa setelah Khulafaur Rasyidin. Dalam era Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, banyak orang berwakaf bukan hanya untuk mengentaskan kemiskinan, melainkan juga memberdayakan modal- modal sosial untuk pendidikan. Antusiasme masyarakat (zaman dua dinasti itu) kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial, demikian petikan Buku Kemenag RI.

Seorang hakim asal Mesir, Taubah bin Ghar al-Hadhramiy, tercatat sejarah karena mengusulkan pertama kali pen dirian lembaga pengelola wakaf di za man Dinasti Umayyah. Lembaga ini berada di bawah pengawasan dewan kehakiman negara. Sejak saat itu, administrasi wakaf ter catat secara resmi. Al-Hadhramiy kemu dian mendirikan lembaga amil wakaf di Basrah, Irak. Berikutnya di zaman Dinasti Abbasiyah, ada lembaga pengelola wakaf bernama Shadr al-Wuquuf. Apa- apa kekurangan kelembaga an di zaman Umayyah mendapatkan penyempurnaannya di era tersebut. Di antaranya adalah sis tem penggajian para staf pengelola wakaf.

Zaman keemasan Islam menyuburkan praktik wakaf. Di masa Dinasti al- Ayyubiyah, Mesir, hampir semua tanah pertanian merupakan tanah wakaf yang dikelola negara. Sultan Shalahuddin al- Ayyubi pernah memerintahkan wakaf sejumlah kawasan tanah negara kepada inisiatif-inisiatif masyarakat.

Selain itu, al-Ayyubi juga mewakafkan lahan milik negara untuk pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Misalnya, madrasah di samping kompleks makam Imam Syafii yang berdiri di atas lahan bekas kebun. Melalui wakaf, penguasa memberdayakan harta negara untuk menjadi modal pengembangan masyarakat.

Di masa Kesultanan Mamluk, ada pula wakaf budak belian untuk merawat lembaga-lembaga agama, semisal masjid atau madrasah. Sultan Sulaiman Basya merupakan yang pertama kali mempraktikkannya setelah penaklukan Mesir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement