REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Orang lebih mengenal nama keponakannya, Anas bin Malik. Pembantu Rasulullah SAW yang hidup dalam kemuliaan. Tumbuh bersama orang terbaik di atas bumi, menyerap ilmu dari Nabi Muhammad SAW dan meriwayatkan beribu hadis. Namun, kali ini adalah kisah Anas yang lain.
Kisah paman Anas bin Malik, Anas bin an-Nadhr. Tidak banyak tulisan yang mengurai kepahlawanan Anas bin an-Nadhr. Tapi, sungguh ia adalah golongan dari orang-orang yang menepati janjinya.
Betapa kecewanya perasaan Anas bin an-Nadhr karena tertinggal dalam Perang Badar. Ahlul Badar yang mendapat keistimewaan tidak didapatinya. Bertapa gundah hatinya karena ia tidak bisa membela kaum Muslimin yang masih berjumlah sedikit itu.
Kekecewaannya begitu menusuk kalbu. Ia seakan menyalahkan diri sendiri sepanjang waktu. Padahal, jihad adalah amal tertinggi dalam syariat Allah. Tak kuasa hatinya hingga suatu saat ia berujar. “Aku tidak hadir pada tempat pertama gugurnya orang mati syahid yang diikuti Rasulullah. Dan sungguh Demi Allah, jika saja Allah memperlihatkan kepadaku tempat gugurnya orang yang mati syahid beserta Rasulullah, niscaya Allah akan melihat apa yang aku perbuat,” tegas Anas bin an-Nadhr.
Sebuah janji telah terucap, sebuah sumpah telah menggema. Sebuah keinginan untuk mati. Siapakah yang menginginkan kematian? Namun, Anas mengejar kematian itu dengan sumpah. Tak bisa dicabut, tak akan dilanggar. Kemudian Allah benar-benar menghadirkan situasi bagi Anas untuk menunaikan janjinya.
Kemudian, Anas bin an-Nadhr mengikuti Perang Uhud bersama pasukan Rasulullah SAW. Saat perang berkecamuk, Sa'ad bin Muadz melihat sosok Anas tak mempedulikan musuh. Ia menerjang kaum kafir Quraisy dengan gagah berani. Lantas Sa'ad menyeru ke Anas, “Wahai Abu Amr, hendak ke mana engkau?” Anas menjawab, “Aduhai bau surga ada di depan Uhud.” Lantas, ia terus menerjang musuh hingga syahid menyambutnya.
Saat ditemukan, di sekujur tubuhnya ada lebih dari delapan puluh bekas panah, pukulan, dan tusukan. Imam al-Ghazali dalam ihya ulumuddin menyambung kisah ini, maka turunlah ayat. “Ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 23).
Itulah lelaki yang menepati apa yang ia ucapkan. Kita sungguh rindu sosok-sosok seperti Anas bin an-Nadhr. Sumpahnya tidak mudah. Ia mencari syahid. Sedangkan kita, kadang hanya berjanji untuk tepat waktu, meyakinkan akan melakukan ini dan itu dengan baik. Namun, kita sering dan sengaja mengingkari apa yang kita ucapkan.
Disarikan dari Dialog Jumat republika