REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siang itu, Sri Supiatun (82 tahun) sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Tangannya yang penuh dengan kerutan usia tampak memegang Alquran. Matanya meniti satu persatu huruf-huruf Arab yang tertera di lembaran mushaf tersebut.
Sementara, bibirnya melafazkan ayat-ayat suci dengan fasih. Setelah selesai dengan bacaannya, perempuan renta itu lantas memanggil cucunya. "Jovan sayang, bantu eyang ke kamar mandi dong. Mau ambil wudhu nih," ujarnya. Tidak lama berselang, seorang anak laki-laki berbadan gempal datang menghampiri sang nenek. Anak itu lalu berusaha memapah Supiatun ke kamar mandi.
Sejak tulang punggungnya mengalami pengapuran lima tahun lalu, Supiatun tidak lagi mampu berdiri dan berjalan. Segala aktivitasnya pun kini praktis dilakukan dari atas kursi roda atau di atas tempat tidur. Di kediamannya yang berada di Jalan Pinang Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Supiatun tinggal bersama putri bungsunya, Yunita Sari (37), dan sang cucu, Muhammad Jovan (11). "Setiap hari, kalau mau ke mana-mana ya dibantu sama mereka berdua itu," ujar Supiatun kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Suami Supiatun Abdul Fatah Arsyad sudah lama wafat. Dari pernikahannya dengan pria itu, ia dikaruniai empat putra dan enam putri. Mereka kini sudah memiliki rumah masing-masing di sekitar kawasan Pamulang dan Jakarta Selatan.
"Setiap pekan, ada saja salah satu dari mere ka yang datang nengokin (mengunjungi) saya. Bahkan, setiap bulan kami selalu meluangkan waktu untuk ngumpul (silaturahim) bersama ke luarga besar," ujarnya.
Kebutuhan nafkah Supia tun sepenuhnya ditanggung oleh anak-anaknya. Setiap bulan, mereka beriuran memberi uang be lanja kepada sang ibu. "Pokoknya, ibu (Supia tun) tidak perlu pusing-pusing lagilah memikir kan dapur."
Ibu satu anak itu mengatakan, Supiatun dulu pernah membuka usaha jasa boga alias katering di rumahnya. Namun, sejak mengidap pengapuran tulang belakang, waktu Supiatun kini lebih banyak dihabiskan di atas kursi dan tempat tidur. "Kalau Ibu (Supiatun) mau mandi atau buang air, saya dan Jovanlah yang selalu memapah Ibu ke toilet," ucap Yunita.
Menurut dia, sudah menjadi kewajiban seorang anak untuk mengurus orang tuanya yang sudah renta. Karena itu, dia dan saudara-sau dara nya berjanji untuk merawat dan melayani Su piatun dengan segala kemampuan yang me reka miliki. "Jasa ibu tidak akan pernah terbalas sampai kapan pun," ujar Yunita.
Pengalaman mengurus lansia juga dirasakan oleh Hosri Yelvi (65). Sejak 2008 lalu, perempuan itu harus fokus merawat sang ibu, Zubaedah (86), yang mengidap rematik kronis. "Saya harus se lalu siaga menjaga Ibu siang dan malam. Sebab, beliau tidak bisa lagi pergi ke toilet sendirian. Kalau Ibu mau buang air, saya sediakan pispot di kamar untuknya," kata Hosri.
Setiap hari, dia juga rutin memandikan ibunya dua kali. Sehabis mandi, rambut sang ibu kemudian ia sisirkan dan badannya ia bedaki.