REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai pribadi kita harus mengerti apa sebenarnya hakikat harta. Harta ialah sarana. Jika kita mencintainya, maka gunakan ia sebagai sarana kebaikan. Harta di tangan orang baik maka peruntukannya akan mendatangkan manfaat yang amat besar. Saad bin Abi Waqash pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, kaya dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah SWT. " (HR Muslim)
Menjadi kaya tak ada larangan. Namun menggunakan kekayaan dalam dalam kebaikan adalah sebuah tuntunan. Semakin kaya semakin besar kewajiban mengeluarkan zakat. Artinya semakin banyak orang yang bisa terbantu dari kekayaannya.
Jika tak memiliki harta, maka sikap zuhud amat penting untuk mengendalikan kecenderungan yang berlebihan terhadap harta. Kita ini sejatinya hanyalah pengembara. Kita mengumpulkan bekal yang secukupnya untuk menempuh perjalanan pulang ke kampung akhirat. Abdullah bin Umar pernah berkisah soal ini. Suatu ketika Rasulullah memegang pundaknya lalu berkata, "Di dunia ini jadilah seperti orang asing atau yang tengah lewat di jalanan."
Ibnu Umar menerangkan maksud Rasulullah, "Jika memasuki malam maka jangan menunggu datangnya pagi. Jika masuk pagi jangan menunggu datangnya malam. Carilah bekal di masa sehatmu untuk masa sakitmu, di masa hidupmu sesuah matimu." (HR Bukhari)
Sebagai orang yang sadar bahwa ia sedang dalam perjalanan, maka ia mengumpulkan bekal secukupnya agar selamat sampai tujuan. Ia tidak membebani diri dengan mengangkut bekal yang tak sanggup ia bawa. Ia bersihkan betul bekal-bekal tersebut agar yang ia bawa adalah bekal yang benar-benar bermanfaat.
Begitu pula dengan harta. Ia pastikan betul harta yang ia miliki adalah harta yang bersih. Sebab kelak, seseorang akan ditanya daripada ia mendapatkan harta dan untuk apa ia membelanjakannya.