REPUBLIKA.CO.ID, BENGKALIS -- Ramadhan 1438 H telah berlalu. Namun, dari moment terebut ada satu kegiatan yang patut dilestarikan. Ya, dia adalah festival lampu colok. Sebagai salah satu kearifan lokal, festival lampu colok selalu diselenggarakan mulai malam ke-27 Ramadhan, atau malam tujuh likur setiap tahunnya. Kearifan lokal ini yang harus tetap dilestarikan.
“Pelestarian ini penting, karena selain merupakan tradisi masyarakat yang dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk syiar Islam. Banyak hikmah maupun tunjuk ajar kehidupan yang dapat dipetik di dalamnya," kata Bupati Bengkalis, Amril Mukminin saat membuka Festival Lampu Colok tahun 2017 di Desa Penawar, Kecamatan Bantan, belum lama ini.
Dijelaskan Amril, hikmah dan tunjuk ajar dimaksud di antaranya dapat menumbuhkembangkan serta mempererat semangat persaudaraan, kekompakan, kepedulian, serta gotong royong di kalangan masyarakat, yang akhir-akhir ini memang kian tergerus dampak globalisasi dan modernisasi, yang memang lebih banyak mengajarkan pola hidup individualitis.
Selain itu, perlu dilestarikannya tradisi yang sudah berlangsung sejak zaman berzaman, dari satu generasi ke generasi berikutnya ini. Karena, kearifan lokal ini memiliki kekhasan tersendiri. "Keunikan yang bukan saja membuat warga Kabupaten Bengkalis di perantauan rindu untuk pulang ke kampung halaman, tetapi juga dapat menarik wisatawan berkunjung ke daerah kita," ungkap orang nomor satu di Negeri Junjungan ini.
Disisi lain Amril mengingatkan, agar upaya pelestarikan tradisi lampu colok tidak mengurangi aktivitas ibadah di bulan suci Ramadhan. “Kita berupaya bagaimana festival ini dapat berlangsung dengan meriah, namun hal tersebut tidak boleh membuat Masjid-masjid, Mushala-mushala menjadi kosong. Jangan sampai membuat aktivitas ibadah, lebih-lebih ibadah wajib, menjadi dilalaikan karenannya," ucapnya.