REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi mensyukuri Idul Fitri 1438 Hijriyah/2017 Masehi yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh mayoritas umat Islam.
"Kita syukuri 1 Syawal 1438 H tahun ini jatuh pada hari Minggu tanggal 25 Juni 2017 sehingga pelaksanaan hari raya Idul Fitri bisa diikuti oleh mayoritas umat Islam di Indonesia," kata dia di Jakarta, Selasa.
Meskipun demikian, kata dia, masih ada sebagian umat Islam yang berbeda dalam penentuan 1 Syawalnya sehingga pelaksanaan lebaran juga berbeda.
Dia berharap hal tersebut tidak mengurangi kekhidmatan dan kekhusyuan umat dalam menunaikan ibadahnya. Perbedaan tersebut harus tetap diterima sebagai sebuah kewajaran dan tidak perlu dibesar-besarkan apalagi dipertentangkan sehingga menimbulkan permusuhan.
"Semua harus tetap dibangun dalam bingkai persaudaraan Islam dan persaudaraan kebangsaan," katanya.
Memang, kata dia, sebaiknya hal tersebut tidak perlu terjadi jika sebelumnya pimpinan jamaah atau para tokoh dari kelompok tersebut bersedia bertanya atau berdiskusi tentang metode penentuan 1 Syawal dengan berbagai pihak yang lebih memiliki kompetensi di bidang itu. Sehingga lebih banyak menerima informasi sebelum menetapkan putusan berdasarkan keyakinannya.
Menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Agama sebenarnya sudah mengambil kebijakan melalui sidang isbat. Dalam sidang isbat tersebut diikuti oleh semua kelompok yang mewakili organisasi Islam tingkat pusat di Indonesia dan juga diikuti oleh para tokoh Islam dan ilmuan yang ahli di bidangnya.
Hal itu, kata dia, agar bisa mengakomodasi semua kelompok dan golongan. Baik yang menggunakan metode hisab maupun rukyah sehingga diharapkan hasilnya lebih akurat dan bisa diterima oleh semua umat Islam di Indonesia.
Seharusnya, kata dia, umat Islam memberikan kepercayaan kepada pemerintah sebagai pihak yang berwenang atau berkompeten dalam menentukan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal dan awal bulan Dzulhijah.
"Kedudukan pemerintah di dalam hukum Islam adalah sebagai hakim pemutus, sebagaimana kaidah fiqih hukmul haakim ilzaamun yarfa'u al khilaf (keputusan hakim adalah suatu yang harus ditaati sebagai pemutus perbedaan)," katanya.