REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR Muslich ZA Kementerian Agama menolak rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan sekolah lima hari dalam satu pekan dengan delapan jam setiap hari.
Muslich menyatakan kebijakan tersebut akan mengancam keberadaan pendidikan keagamaan yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.
Padahal, menurut dia, jenis pendidikan agama (diniyah) tersebut telah berlangsung sejak lama dan memberikan sumbangsih besar kepada pembentukan karakter keagamaan anak-anak.
Dia menerangkan pemberlakuan program lima hari sekolah dengan delapan jam setiap harinya membuat siswa tidak bisa membagi waktu kalau ingin mendapatkan pendidikan agama di luar sekolah.
"Hancur ini diniyah kalau kebijakan ini diberlakukan. Saya akan menolak kebijakan ini. Diniyah Pondok pesantren akan hancur gara-gara ini," ujar Anggota DPR dari Fraksi PPP itu.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana menerapkan lima hari sekolah dalam sepekan akan mulai tahun ajaran baru 2017/2018 atau Juli 2017. Pelajar akan bersekolah lima kali dalam sepekan dan delapan jam setiap hari.
Kebijakan sekolah lima hari dalam satu pekan ini merupakan bagian dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Ketika kebijakan ini dilaksanakan, sekolah harus melakukan penyesuaian seperti fasilitas kantin, dan ruang sholat.