REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masjid kuno biasanya mem punyai denah bujur sangkar dan di sisi barat terdapat bangunan yang menonjol untuk mihrab. Di kedua sisi masjid, sering ada serambi di atas fondasi yang agak tinggi. Di dalam masjid terdapat barisan tiang yang mengelilingi empat tiang induk yang disebut saka guru.
Sementara, atap masjid ke banyakan berupa tumpang atau atap yang tersusun, semakin ke atas semakin kecil, dan yang paling atas berbentuk joglo. Bentuk atap ini tidak hanya dimiliki oleh masjidmasjid kuno di Jawa, tetapi juga masjid di wilayah timur Indonesia, seperti di Nusa Tenggara Barat atau Maluku.
“Misalnya saja, Masjid Pusaka di NTB yang atapnya juga bermodel joglo,” ujar peneliti masjid di NTB, Dede Burhanuddin.
Masjid Kolano Maluku Utara juga memiliki atap berbentuk joglo dan empat tiang utama atau saka guru.
Masjid-masjid kuno di In do nesia biasanya juga meng aplikasikan ajaran atau simbol-simbol Islam dalam arsi tekturnya. Misalnya saja di Masjid Suro, Palembang. Masjid tersebut memiliki empat tiang yang bermakna empat serangkai sahabat Nabi, Khulafaur Rasyidin yang senantiasa membantu per juangan Rasulullah SAW.
“Sedangkan yang 12 tiang lainnya ber makna 12 Rabiul Awal 1310 H sesuai tanggal kelahiran Na bi Muhammad,” ujar peneliti Masjid Suro, Muhammad Kasim Abdurrahman.
Seiring berjalannya waktu, langgam arsitektur masjid secara berangsur-angsur menunjukkan perubahan penting sesuai kondisi politik dan tingkat kemampuan tek nologi masyarakat Islam Indo nesia.