REPUBLIKA.CO.ID, Imbalan harta yang ditawarkan Kaisar Byzantium kepada Muhammad Al-Fatih tak membuatnya silau. Andai sultan ketujuh Dinasti Ustmani itu menerima tawaran harta, mungkin Konstantinopel akan lebih lama tertaklukan.
Sebelum Kontantinopel jatuh ke tangan Islam, Kekaisaran Byzantium sempat melakukan negosiasi-negosiasi dengan Sultan Mehmet II, nama lain Al-Fatih. Namun, negosiasi tersebut ditolak Al-Fatih yang memilih tetap mengepung Konstantinopel.
Dikutip dari buku Muhammad Al-Fatih: Penakluk Konstantinopel karya Syaikh Ramzi Al-Munyawi, negosiasi tersebut dilakukan Kaisar Byzantium untuk menarik mundur pasukan Turki Utsmani dengan imbalan harta. Namun, Al-Fatih menolak tawaran tersebut.
Sultan ingin agar Konstantinopel diserahkan saja kepadanya, dan dengan begitu ia berjanji tidak akan mengganggu penduduk dan gereja-gerejanya. Keinginan Sultan itu ditulis dalam bentuk surat-surat. Adapun isi kandungan surat yang dikirimkan Sultan adalah:
“Maka hendaklah kekaisaran Anda menyerahkan kota Konstantinopel kepadaku, dan saya bersumpah pasukan saya tidak akan mengganggu seorang pun (dari penduduk kota), baik jiwa, harta dan kehormatannya. Dan siapa yang mau tetap tinggal dan hidup di kota tersebut, maka ia akan aman dan selamat. Dan siapa yang ingin meninggalkannya ke mana saja ia mau, maka ia juga akan aman dan selamat”.
(Baca Juga: Penaklukan Konstantinopel Kembalikan Kewibawaan Umat Islam)
Keinginan Sultan Mehmet itu pun tidak dipenuhi oleh Kaisar, hingga akhirnya perang terus berkecamuk diantara kedua belah pihak. Selama berhari-hari perang, pasukan Islam yang dipimpin Sultan Mehmet yakin bahwa Konstantinopel tidak lama lagi akan jatuh. Meski demikian, ia tetap berusaha untuk memasuki kota itu dengan cara damai.
Maka ia kembali menulis surat kepada kaisar untuk memintanya menyerahkan kota itu tanpa pertempuran darah lagi. Sultan juga menawarkan jaminan keamanan bagi kaisar dan keluarganya serta para pendukungnya dan semua penduduk yang ingin keluar dari kota itupun akan dijaga dan tidak akan mendapatakan perlakuan buruk sedikitpun.
Ketika surat sampai ke tangan kaisar, ia segera mengumpulkan para penasehatnya untuk merundingkan surat yang diterima dari Sultan. Sebagian dari mereka cenderung menyerah, sementara yang lain bersikeras untuik melanjutkan upaya perlawanan melindungi kota itu hingga mati.
Ternyata kaisar cenderung untuk terus berperang hingga detik terakhir. Kaisar pun membalas surat Sultan dengan menyatakan: Ia bersyukur kepada Tuhan jika Sultan menawarkan perdamaian dan bahwa ia bersedia membayar jizyah (pajak non-Muslim) kepadanya. Namun untuk Konstantinopel, ia telah bersumpah untuk melindunginya hingga napas terakhir dalam hidupnya. Jika tidak berhasil menjaga singgasananya, maka ia akan dikuburkan di bawah pagar-pagar benteng Konstantinopel.
Setelah membaca balasan kaisar, pada Ahad, 18 Jumadil Ula, Sultan Mehmed mengarahkan pasukannya untuk meningkatkan kekhusyu’annya, mensucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan melakukan shalat, ibadah lain secara umum, merendahkan diri dan berdo’a dihadapan-Nya. Dengan begitu ia berharap, kemenangan besar yang akan diraih akan menambah kemuliaan dan keagungan Islam.
(Baca Juga: 29 Mei, Mengenang Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Umat Islam)