REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama lengkapnya adalah Shuhaib bin Sinan Abu Yahya an-Namiri. Ia berasal dari keluarga terhormat yang biasa mengembara dari satu negeri ke negeri lain. Ayah dan pamannya pernah bekerja pada Raja Persia, Kisra. Mereka tinggal di Ninawa, yang saat itu masih dikuasai Persia.
Namun, Ninawa akhirnya ditaklukkan orang-orang Arab. Meskipun masih berbangsa Arab, Shuhaib ikut terkena dampak dari penaklukan itu. Satu sumber mengatakan, ia menjadi tawanan dan dijual sebagai budak kepada seorang saudagar Makkah, Abdullah bin Jud'an al-Quraisy. Namun, sumber lain menyebutkan, Shuhaib masih sebagai orang merdeka ketika datang ke Makkah dan bersumpah setia kepada Abdullah bin Jud'an.
Bagaimanapun, kehidupan Shuhaib bin Sinan mulai kembali normal semasa di Makkah. Ia bahkan berhasil mendapatkan kedudukan yang terhormat di antara warga Makkah. Sebagai seorang saudagar sukses, Shuhaib pernah tinggal lama di Romawi.
Bahkan, ia sampai digelari ar-Rumi, lantaran kepiawaiannya mengenal negeri tersebut. Salah seorang sahabat terdekatnya adalah Umar bin Khattab. Umar cukup berpengaruh baik dalam masa sebelum Islam maupun sesudahnya. Shuhaib dianugerahi delapan orang anak laki-laki.
Agaknya, kharisma Shuhaib bin Sinan juga terpancar dari fisiknya. Kulitnya putih kemerahan. Badannya tidak terlalu tinggi, tetapi tegap. Rambutnya tebal. Paras wajahnya menandakan sosok yang tenang, tapi juga memiliki selera humor yang baik. Di antara para tokoh Makkah, Shuhaib termasuk kalangan yang mapan. Namun, hal itu tidak menghalangi hatinya dari hidayah Allah SWT.