Ahad 07 May 2017 09:33 WIB

Fatayat NU Ditantang Bentuk Rumusan Konkret Revisi UU Perkawinan

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKARAYA -- Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Fatayat NU Tahun 2017 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ditutup pada Sabtu (6/5) malam. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyambut baik rekomendasi Rakernas Fatayat NU. Bahkan, Menag menantang Fatayat NU untuk satu atau dua langkah ke depan, hadir membentuk rumusan alternatif dalam bentuk pasal, ayat, dan naskah ademik perubahan UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.

"Mari, kalau sejumlah NGO atau LSM, ormas lain terkait bagaimana meningkatkan usia pernikahan seorang perempuan, saya ingin Fatayat NU satu dua langkah ke depan, yaitu hadir dalam bentuk rumusan alternatif dalam bentuk pasal atat ayat sekaligus naskah akademiknya mengapa UU itu perlu direvisi, jadi konkrit masukan dari Fatayat NU ini," ujar Lukman, Sabtu (6/5) malam.

Menurut Lukman, hal ini penting sehingga bisa diakselerasi gagasan atau keinginan tidak hanya rekomendasi. Namun, betul-betul riil berangkat dari kebutuhan dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi yang timbul sebagai dampak dari usia dini pernikahan tersebut, dari aspek tidak hanya masalah kesehatan, juga masalah sosial dan kompleksitas masalah lainnya.

"Saya berharap betul Fatayat NU bisa memberikan kontribusi pemikiran, tapi juga lagkah konkret dalam rumusan pasal, ayat dan naskah akademik revisi UU perkawinan. SDM yang ada di Fatayat NU ini sudah lebih dari cukup untuk berkontribusi rumusan revisi UU dimaksud," ucap Lukman.

Lukman menggarisbawahi sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dalam Rapat Kerja Nasiona Fatayat NU 2017 yang berintikan pentingnya ketahanan keluarga. Menurut dia, dalam masyarakat dan bangsa besar seperti Indonesia, keluarga menjadi inti bagaimana bangsa ini akan berkualitas dan mampu memiliki kemandirian dan kualitas kesejahteraannya.

Dikatakan Lukman, seorang perempuan atau ibu memiliki kedudukan yang luar biasa pentingnya. Pasalnya, keberadaan seorang ibu adalalah seorang yang utama dan pertama memberikan pendidikan kepada anaknya. Karenanya, kualitas keluarga dibentuk dari bagaimana kualitas ibu tersebut. "Di sinilah saya melihat peran strategis Fatayat NU akan lebih memberdayakan perempuan melalui keluarga," ucapnya.

Kementerian Agama, lanjut Menag, melihat keluarga luar biasa pentingnya, apalagi melihat fenomena dapat dilihat bersama untuk diseriusi penyikapan kita terhadap persoalan-persoalan tersebut (keluarga), yakni pernikahan usia dini. Sebagaimana UU Nomor 1/1974 menyebutkan, batas usia menikah seorang perempuan adalah 18 tahun, hanya saja usia 16 juga bisa dilakukan sebagai batas minimal usia pernikahan.

"Ini memiliki kompleksitas tersendiri karena kita tahu usia 16 tahun adalah usia yang belum cukup memiliki tingkat kematangan untuk memasuki jenjang pernikahan," ujarnya.

Dalam konteks penguatan keluarga dalam konteks ketahanan nasional dan bangsa secara luas, saat ini, ucap Menag, Kemenag sedang serius mempersiapkan pemuda pemudi kita ketika akan memasuki jenjang perkawinan. Menurutnya, pendidikan di rumah dan sekolah dinilai belum cukup bagi anak-anak atau saudara kita ketika mereka akan memasuki jenjang perkawinan.

Banyak di antara mereka remaja-remaja kita tidak mengetahui apa sesungguhnya apa hakekat, hak, dan kewajiban seorang suami terhadap isterinya begitu juga sebaliknya seorang isteri terhadap suaminya. "Kemenag sudah melakukan pendidikan pra nikah atau kursus calon pengantin (suscatin). Kita berharap, secara nasional ada gerakan massif, bahwa setiap calon atau kandidat, setidaknya sudah mengikuti kursus calon pengantin yang didesain meliputi wawasan dan pengetahuan tentang filosofi keluarga, bagaimana tentang gizi, kesehatan reproduksi, dan hal ihwal lainnya," kata Menag.

Ketua Umum Fatayat NU Anggia Ermarini menyampaikan, sejumlah rekomendasi rakernas di antaranya terkait pernikahan anak. Menurut Anggia, Fatayat NU sangat merekomendasikan karena kasus pernikahan anak di usia muda tidak hanya merugikan dari sisi kesehatan juga akan mengancam generasi kita tidak berkualitas.

"Kita harus memberi pengertian kepada masyarakat agar berpikir ulang mematangkan anak-anak kita lagi baru kemudian menikah. Fatayat NU sebagai organisasi perempuan meminta agar UU tersebut dikaji ulang," ucapnya.

Kedua, gerakan perlindungan terhadap anak dan perempuan. Ketiga, membangun karakter masyarakat anti korupsi. Menurutnya, kita tahu perempuan (ibu) adalah pendidik pertama dan yang utama, sehingga pendidikan antikorupsi diberikan sejak dini. Bagaimana anak-anak lebih sensitif merespons tentang isu-isu tentang korupsi dan tindakan-tindakan yang kita tidak sadar bahwa itu adalah bagian dari korupsi. Rekomendasi selanjutnya, adalah upaya menangkal terorisme dan radikalisme.

sumber : kemenag.go.id

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement