REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Amirsyah Tambunan menangkis anggapan beberapa pihak terkait Aksi Simpatik 55 yang digelar hari ini (5/5), sarat bermuatan politik. Bagi dia, Aksi Simapatik 55 adalah bentuk apresiasi umat Islam dalam menuntut dan menyerukan keadilan.
"Saya minta agar penguasa dan elite politik tidak larut dalam politik yang amoral. Apalagi dalam penegakan hukum harus ada keadilan," kata Amirsyah dalam keterangan tertulis Republika.co.id Jumat (5/5).
Amirsyah mengatakan, sudah saatnya aparat penegak hukum tegas memberikan keputusan hukum. Supaya marwah dan kepercayaan publik pada hukum bisa didapatkan kembali. Mengingat hari ini, kata dia, prinsip penegakan hukum dinilai tebang pilih.
Amirsyah menegaskan, kini hukum di Indonesia sangat memprihatinkan. Sehingga, harus ada pembenahan agar penegakan hukum di Indonesia tidak terkesan seperti macan ompong.
"Kan jika adil dan benar-benar ditegakkan, hukum akan tidak lagi tajam ke bawah tumpul ke atas, lalu tidak akan sewenang-wenang juga," jelas Amirsyah.
Begitupun halnya dengan aksi damai ini, Amirsyah mengatakan, jika penegakan hukum dapat memenuhi rasa keadilan, maka aksi damai tersebut tidak akan pernah digelar.
Dia berharap Aksi Simpatik 55 ini bisa tetap berjalan kondusif, walaupun dirasa telah menguras energi anak bangsa. Aksi Simpatik 55 ini digelar untuk menuntut keadilan terkait kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Aksi damai ini diprakarsai oleh Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menjelang putusan majelis hakim.